DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN........................................................................................... 1
A.
Latar Belakang Masalah........................................................................................ 1
B.
Perumusan Masalah............................................................................................... 2
C.
Tujuan Penelitian................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................ 2
A. Pengertian Keragaman........................................................................................... 2
B.
Pengertian Hakekat Individu................................................................................ 4
C. Karakteristik Individu........................................................................................... 6
D.
Faktor- Faktor Perbedaan
Individual Manusia.................................................... 14
E.
Pandangan Alfred Adler
tentang Perilaku Manusia........................................... 21
F.
Perbedaan Individu............................................................................................. 28
BAB III
PENUTUP.................................................................................................. 33
A. Kesimpulan.......................................................................................................... 33
B. Saran.................................................................................................................... 34
Daftar
Pustaka
Makalah Keragaman Individual dan Perbedaan Perilaku Manusia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Keragaman atau kemajemukan merupakan
kenyataan sekaligus keniscayaan dalam kehidupan dimasyarakat. Keragaman
merupakan salah satu realitas utama yang dialami masyarakat dan kebudayaan di
masa silam, kini diwaktu-waktu mendatang sebagai fakta, keragaman sering
di sikapi secara berbeda . di satu sisi di terima sebagai fakta yang dapat
memperkaya kehidupan bersama, tetepi di sisi lain dianggap sebagai faktor
penyulit. Kemajemukan bisa mendatangkan konflik yang dapat merugikan masyarakat
sendiri jika tidak di kelola dengan baik.
Setiap manusia dilahirkan setara,
meskipun dengan keragaman identitas yang disandang. Kesetaraan merupakan hal
yang inheren yang dimiliki manusia sejak lahir. Setiap individu memiliki
hak-hak dasar yang sama melekat pada dirinya sejak dilahirkan atau disebut
dengan hak asasi manusia. Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan dapat terwujud
dalam praktik nyata dengan adanya pranata-pranata social, terutama pranata
hukum, yang merupakan merupakan mekanisme control yang secara ketat dan adil
mendukung dan mendorong terwujudnya prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan
nyata. Kesetaraan Individu melihat individu sebagai manusia yang berderajad
sama dengan meniadakan hierarki atau jenjang sosoal. Yang menempel pada dirinya
berdasarkan atas rasial, suku bangsa, kebangsaan ataupun kekayaan atau
kekuasaan.
Dalam pembahasan makalah ini,
penulis lebih memusatkan pada keragaman individual, Faktor-faktor apakah yang
menentukan perbedaan-perbedaan belajar dan pembelajaran siswa?
Pertanyaan ini adalah pertanyaan dari debat psikologi klasik yang sukar
terjawab hingga kini. Debat yang berkepanjangan dan tidak pernah selesai dalam
sejarah psikologi khususnya psikologi pendidikan, adalah menjawab pertanyaan
faktor apakah yang berpengaruh (dominan) dalam menentukan karakteristik
manusia: faktor herediter, ataukah faktor lingkungan? Masalah ini biasanya
lebih dikenal dengan kontroversi antara dengan nature dan nurture. Nature
merupakan sifat-sifat vang berkaitan dengan herediter, dan nurture merupakan
sifat-sifat yang berkaitan dengan lingkungan.
B. Perumusan
Masalah
1. Apa yang
dimaksud dengan keragaman
2. Apa
pengertian hakekat individu
3. Bagaimana
Karakteristik individu
4. Apa saja
faktor- faktor perbedaan individual manusia
5. Bagaimana Pandangan Alfred Adler tentang Perilaku Manusia
6. Apa Perbedaan
Individu
C. Tujuan
Penulisan
- Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan keragaman.
- Untuk mengetahui pengertian hakekat individu.
- Untuk mengetahui bagaimana karakteristik individu.
- Untuk mengetahui Apa saja faktor- faktor perbedaan individual manusia
- Untuk mengetahui Bagaimana Pandangan Alfred Adler tentang Perilaku Manusia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Keragaman
Keragaman berasal dari kata
ragam yang menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) artinya : tingkah laku,
macam jenis, lagu musik : langgam, warna :corak : ragi, laras (tata bahasa).
Keragaman manusia bukan berarti manusia itu bermacam-macam atau berjenis-jenis
seperti halnya binatang dan tumbuhan. Manusia sebagai makhluk Tuhan tetaplah
berjenis satu. Keragaman manusia dimaksudkan bahwa setiap manusia memiliki
perbedaan. Perbedaan itu ada karena manusia adalah makhluk individu yang setiap
individu memiliki cirri-ciri khas tersendiri. Perbedaan itu terutama ditinjau
dari sifat-sifat pribadi, misalnya sikap, watak, kelakuan, temperamen, dan
hasrat. Contoh, sebagai mahasiswa baru kita akan menjumpai teman-teman
mahasiswa lain dengan sifat dan watak yang beragam.
Dalam kehidupan sehari-hari kita
akan menemukan keragaman sifat dan ciri-ciri khas dari setiap orang yang
kita jumpai. Jadi manusia sebagai pribadi adalah unik dan beragam. Selain
makhluk individu, manusia juga makhluk sosial yang membentuk kelompok
persekutuan hidup. Tiap kelompok persekutuan hidup manusia juga beragam.
Masyarakat sebagai persekutuan itu berbeda dan beragam karena ada perbedaan,
misalnya dalam hal ras, suku, agama, budaya, ekonomi, status sosial, jenis
kelamin, daerah tempat tinggal dan lain-lain. Hal demikian adalah sebagai
unsur-unsur yang membentuk keragaman dalam masyarakat. Keragaman manusia baik
dalam tingkat individu dan tingkat masyarakat merupakan tingkat realitas atau
kenyataan yang harus kita hadapi dan alami. Keragaman individu maupun sosial
adalah implikasi dari kedudukan manusia, baik sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial. Kita sebagai individu akan berbeda dengan seseorang sebagai
individu yang lain.
Demikian pula kita sebagai bagian
dari satu masyarakat memiliki perbedaan dengan masyarakat lainnya. Keragaman
manusia sudah menjadi fakta social dan fakta sejarah kehidupan, sehingga pernah
muncul penindasan, perendahan, penghancuran dan penghapusan rasa atau etnis
tertentu. Dalam sejarah kehidupan manusia pernah tumbuh ideology atau pemahaman
bahwa orang berkulit hitam adalah berbeda, mereka lebih rendah dari yang
berkulit putih. Contohnya di Indonesia, etnis Tionghoa memperoleh perlakuan
diskriminatif, baik secara sosial dan politik dari suku-suku lain di Indonesia.
Dan ternyata semua yang telah terjadi adalah kekeliruan, karena perlakuan
merendahkan martabat orang atau bangsa lain adalah tindakan tidak masuk akal
dan menyesatkan, sementara semua orang dan semua bangsa adalah sama dan
sederajat. Sehingga keragaman yang dimaksud disini adalah suatu kondisi
masyarakat dimana terdapat perbedaan-perbedaan dalam berbagai bidang, terutama
suku bangsa dan ras, agama dan keyakinan, ideologi, adat kesopanan serta situasi
ekonomi.
Struktur masyarakat Indonesia yang
majemuk dan dinamis, antara lain ditandai oleh keragaman suku bangsa, agama,
dan kebudayaan. Sebagaimana diketahui bahwa bangsa Indonesia memiliki keragaman
suku bangsa yang begitu banyak, terdiri dari berbagai suku bangsa, mulai dari
sabang hingga Merauke, ada suku Batak, suku Minang, suku Ambon, suku Madura,
suku Jawa, suku Asmat, dan masih banyak lainnya. Konsep keragaman mengandaikan
adanya hal-hal yang lebih dari satu, keragaman menunjukan bahwa keberadaan
yang lebih dari satu itu berbeda-beda, heterogen bahkan tidak bisa disamakan.
Keragaman Indonesia terlihat dengan jelas pada aspek-aspek geografis, etnis,
sosiokultural dan agama serta kepercayaan.
B. Pengertian Hakekat Individu
Manusia, mahluk dan individu secara
etimologi diartikan sebagai berikut:
1. Manusia
berarti mahluk yang berakal budi dan mampu menguasai mahluk lain.
2. Mahluk yaitu
sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan.
3. Individu
mengandung arti orang seorang, pribadi, organisme yang hidupnya berdiri
sendiri. Secara fisiologis ia bersifat bebas, tidak mempunyai hubungan organik
dengan sesama.
Kata manusia berasal dari kata manu
(Sansekerta) atau mens(Latin) yang berarti berpikir, berakal budi, atau homo
(Latin) yang berarti manusia. Istilah individu berasal dari bahasa Latin, yaitu
individum, yang artinya sesuatu yang tidak dapat dibagi-bagi lagi atau suatu
kesatuan yang terkecil dan terbatas.
Secara kodrati, manusia merupakan
mahluk monodualis. Artinya selain sebagai mahluk individu, manusia berperan
juga sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk individu, manusia merupakan mahluk
ciptaan Tuhan yang terdiri atas unsur jasmani (raga) dan rohani (jiwa) yang
tidak dapat dipisah-pisahkan. Jiwa dan raga inilah yang membentuk
individu.Manusia juga diberi kemampuan (akal, pikiran, dan perasaan) sehingga
sanggup berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya. Disadari atau
tidak, setiap manusia senantiasa akan berusaha mengembangkan kemampuan
pribadinya guna memenuhi hakikat individualitasnya (dalam memenuhi berbagai
kebutuhan hidupnya). Hal terpenting yang membedakan manusia dengan mahluk
lainnya adalah bahwa manusia dilengkapi dengan akal pikiran, perasaan dan
keyakinan untuk mempertinggi kualitas hidupnya. Manusia adalah ciptaan Tuhan
dengan derajat paling tinggi di antara ciptaan-ciptaan yang lain.
Dalam keadaan status manusia sebagai
mahluk individu, segala sesuatu yang menyangkut pribadinya sangat ditentukan
oleh dirinya sendiri, sedangkan orang lain lebih banyak berfungsi sebagai
pendukung. Kesuksesan seseorang misalnya sangat tergantung kepada niat,
semangat, dan usahanya yang disertai dengan doa kepada Tuhan secara pribadi.
Demikian juga mengenai baik atau buruknya seseorang di hadapan Tuhan dan
dihadapan sesama manusia, itu semua sangat dipengaruhi oleh sikap dan perilaku
manusia itu sendiri. Jika iman dan takwanya mantap maka dihadapan Tuhan menjadi
baik, tetapi jika sebaliknya, maka dihadapan Tuhan menjadi jelek. Jika sikap
dan perilaku individunya baik terhadap orang lain, tentu orang lain akan baik
pula terhadap orang tersebut.
Konsekuensi (akibat) lainnya,
masing-masing individu juga harus mempertanggung jawabkan segala perilakunya
secara moral kepada dirinya sendiri dan kepada Tuhan. Jika perilaku individu
itu baik dan benar maka akan dinikmati akibatnya, tetapi jika sebaliknya, akan
diderita akibatnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia sebagai
individu yang sudah dewasa memiliki konsekuensi tertentu, antara lain:
- Merawat diri bersih, rapi, sehat dan kuat
- Hidup mandiri
- Berkepribadian baik dan luhur
- Mempertanggungjawabkan perbuatannya
Supaya konsekuensi tersebut di atas dapat
direalisasikan dalam suatu kenyataan, maka masing-masing individu harus
senantiasa:
- Selalu bersih, rapi, sehat, dan kuat
- Berhati nurani yang bersih
- Memiliki semangat hidup yang tinggi
- Memiliki prinsip hidup yang tangguh
- Memiliki cita-cita yang tinggi
- Kreatif dan gesit dalam memanfaatkan potensi alam
- Berjiwa besar dan penuh optimis
- Mengembangkan rasa perikemanusiaan
- Selalu berniat baik dalam hati
- Menghindari sikap statis, pesimis, pasif, maupun egois
Manusia berperan sebagai mahluk
individu dan mahluk sosial yang dapat dibedakan melalui hak dan kewajibannya.
Namun keduanya tidak dapat dipisahkan karena manusia merupakan bagian dari
masyarakat. Hubungan manusia sebagai individu dengan masyarakatnya terjalin
dalam keselarasan, keserasian, dan keseimbangan. Oleh karena itu harkat dan
martabat setiap individu diakui secara penuh dalam mencapai kebahagiaan
bersama.
Masyarakat merupakan wadah bagi para
individu untuk mengadakan interaksi sosial dan interelasi sosial. Interaksi
merupakan aktivitas timbal balik antarindividu dalam suatu pergaulan hidup
bersama. Interaksi dimaksud, berproses sesuai dengan perkembangan jiwa dan
fisik manusia masing-masing serta sesuai dengan masanya. Pada masa bayi, mereka
berinteraksi dengan keluarganya melalui berbagai kasih sayang. Ketika sudah
bisa berbicara dan berjalan, interaksi mereka meningkat lebih luas lagi dengan
teman-teman sebayanya melalui berbagai permainan anak-anak atau aktivitas
lainnya. Proses interaksi mereka terus berlanjut sesuai dengan lingkungan dan
tingkat usianya, dari mulai interaksi non formal seperti berteman dan
bermasyarakat sampai interaksi formal seperti berorganisasi, dan lain-lain.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi manusia hidup
bermasyarakat, yaitu:
- Faktor alamiah atau kodrat Tuhan
- Faktor saling memenuhi kebutuhan
- Faktor saling ketergantungan
Keberadaan semua faktor tersebut
dapat diterima oleh akal sehat setiap manusia, sehingga manusia itu benar-benar
bermasyarakat, sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu Khaldun bahwa hidup
bermasyarakat itu bukan hanya sekedar kodrat Tuhan melainkan juga merupakan
suatu kebutuhan bagi jenis manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
C. Karakteristik
Individu
Setiap individu mempunyai
karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang dipengaruhi oleh
lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan karakteristik keturunan yang dibawa
sejak ia lahir baik yang berhubungan dengan faktor biologis maupun sosial
psikologis. Keyakinan masa lalu mengatakan bahwa kepribadian terbawa pembawaan
dan lingkungan; merupakan dua faktor yang terbentuk karena dua faktor yang terpisah,
masing-masing mempengaruhi kepribadian dan kemampuan individu bawaan dan
lingkungan dengan caranya masing-masing. Namun setelah disadari bahwa apa yang
dipikirkan dan dikerjakan oleh seseorang atau apa yang dirasakan oleh siapapun
merupakan hasil dari perpaduan dari apa yang ada di antara faktor-faktor
biologis yang diturunkan dan pengaruh lingkungan.
Seorang anak memulai pendidikan
formalnya di tingkat TK kira-kira pada usia 4-6 tahun. Tanpa memperdulikan
berapa umur anak, karakteristik pribadi dan kebiasaan-kebiasaan yang dibawa ke
sekolah akhirnya terbentuk oleh pengaruh lingkungan dan hal itu tampak sebagai
pengaruh penting terhadap keberhasilannya di sekolah dan masa perkembangan
hidupnya di kemudian hari.
Nature dan nurture merupakan istilah
yang biasa digunakan untuk menjelaskan karakteristik individu dalam hal fisik,
mental, dan emosional pada setiap tingkat perkembangan. Karakteristik yang
berhubungan dengan perkembangan faktor biologis cenderung lebih bersifat tetap,
sedang karakteristik yang berkaitan dengan sosial psikologis lebih banyak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Seorang bayi merupakan pertemuan
antara dua garis keluarga, yaitu keluarga ayah dan ibu. Saat terjadinya
pembuahan atau konsepsi kehidupan yang baru itu secara berkesinambungan
dipengaruhi oleh banyak faktor lingkungan yang membantu mengembangkan
potensi-potensi biologis demi terbentuknya tingkah laku manusia yang dibawa
sejak lahir. Hal tersebut bisa membentuk pola karakteristik tingkah laku yang
dapat mewujudkan seseorang sebagai individu yang berkarakteristik bebrbeda
dengan individu-individu yang lainnya.
a. Hakekat
Keragaman dan Keseteraan Manusia
Sudah menjadi fakta social dan fakta
sejarah kehidupan. Sehingga pernah muncul penindasan, perendahan, penghancuran
dan penghapusan rasa atau etnis tertentu. Dalam sejarah kehidupan manusia
pernah tumbuh ideology atau pemahaman bahwa orang berkulit hitam adalah
berbeda, mereka lebih rendah dan dari yang berkulit putih. Contohnya di
Indonesia, etnis Tionghoa memperoleh perlakuan diskriminatif, baik secara
social dan politik dari suku-suku lain di Indonesia. Dan ternyata semua yang
telah terjadi adalah kekeliruan, karena perlakuan merendahkan martabat orang
atau bangsa lain adalah tindakan tidak masuk akal dan menyesatkan, sementara
semua orang dan semua bangsa adalah sama dan sederajat.
Martin Buber (1985) menjelaskan pada
pendekatan “saya-engkau” bahwa manusia menjadi memahami identitasnya ketika
berhadapan dengan Tuhan sebagai Engkau, bahwa manusia itu lemah dihadapan
Tuhan. Dengan kata lain, keberadaan manusia satu dengan yang lain menjadi
setara, karena mereka adalah sama-sama ciptaan Tuhan. Seringkali manusia tidak
mampu mentransformasikan kontradiksi di dalam dirinya bahwa dirinya adalah
menjadi dirinya sendiri ketika berhadapan dengan orang lain yang sama.
Kontradiksi dalam pikiran, perkataan, dan tindakan inilah yang melahirkan
konflik antar orang. Seharusnya hubungan manusia dengan Tuhan yang bertujuan
memulihkan jiwanya menjadi manusia utuh, menjadi sumber dan kerangka membangun
hubungan antar manusia. Melalui relasi tersebut, manusia yang utuh membagi
makna absolute yang tidak akan dipahami melalui diri sendiri.
Perspektif HAM yang sejalan dengan
perspektif agama, merupakan dasar secara hukum, politik, social budaya, ekonomi,
dan moral mengenai pernyataan bahwa pada dasarnya adalah setara dan sederajat,
walau ada perbedaan di antara mereka. Dokumen HAM merupakan dasar yang diakui
oleh hampir semua bangsa di dunia bahwa –tidak ada pengecualian- semua manusia
adalah sama dan sederajat. Oleh karena itu segala bentukbentuk perendahan,
penindasan, dan tindakan lain yang bertujuan mendeskriminasi perlu dihilangkan
dan dilawan.
Dari uraian diatas secara jelas
menyebutkan bahwa manusia pada hakekatnya adalah sama dan sederajat. Perbedaan
secara fisik tidak dapat menjadi dasar atau legitimasi bagi munculnya tindakan
yang bertujuan meniadakan keberadaan orang lain. Sebab, dengan bertindak
meniadakan atau menghancurkaan orang lain, sebetulnya pada saat yang sama
sedang terjadi pengingkaran terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk yang juga
berharga. Justru keragaman itu menjadi penanda bahwa seharusnya dalam kehidupan
bersama satu sama lain bisa saling melengkapi. Seperti mozaik yang terdiri dari
banyak macam kaca dan bisa membentuk sebuah gambar yang bagus, demikian juga
keragaman seharusnya saling mengisi untuk membentuk sebuah kehidupan masyarakat
yang penuh keindahan dan harmoni.
b. Macam-macam
keragaman individual manusia
Berhadapan dengan peserta didik yang
memiliki kecepatan belajar dan memiliki ciri-ciri kepribadian yang positif,
guru mungkin akan menganggap seolah-olah tidak ada hambatan. Namun ketika
berhadapan dengan peserta didik yang lambat dalam belajar atau ciri-ciri
kepribadian yang negatif, adakalanya guru dibuat frustrasi. Ujung-ujungnya dia
langsung saja akan menyimpulkan bahwa peserta didiklah yang salah. Peserta
didik dianggap kurang rajin, bodoh, malas, kurang sungguh-sungguh dan
sebagainya.
Jika saja guru tersebut dapat
memahami tentang keragaman individu, belum tentu dia akan langsung menarik
kesimpulan bahwa peserta didiklah yang salah. Terlebih dahulu mungkin dia akan
mempelajari latar belakang sosio-psikologis peserta didiknya, sehingga akan
diketahui secara akurat kenapa peserta didik itu lambat dalam belajar, selanjutnya
dia berusaha untuk menemukan solusinya dan menetukan tindakan apa yang paling
mungkin bisa dilakukan agar peserta didik tersebut dapat mengembangkan perilaku
dan pribadinya secara optimal.
Membicarakan tentang keragaman
individu secara luas dan mendalam sebetulnya sudah merupakan kajian tersendiri
yaitu dalam bidang Psikologi Diferensial. Untuk kepentingan pengetahuan guru
dalam memahami peserta didiknya, di bawah ini akan diuraikan dua jenis
keragaman individu yaitu keragaman dalam kecakapan dan kepribadian.
c. Keragaman Individu dalam Kecakapan
Kecakapan individu dapat dibagi
dalam dua bagian yaitu kecakapan nyata (actual ability) dan kecakapan potensial
(potential ability). Kecakapan nyata (actual ability) yaitu kecakapan yang
diperoleh melalui belajar (achivement atau prestasi), yang dapat segera
didemonstrasikan dan diuji sekarang. Misalkan, setelah selesai mengikuti proses
perkuliahan (kegiatan tatap muka di kelas), pada akhir perkuliahan mahasiswa
diuji oleh dosen tentang materi yang disampaikannya (tes formatif). Ketika
mahasiswa mampu menjawab dengan baik tentang pertanyaan dosen, maka kemampuan
tersebut merupakan atau kecakapan nyata (achievement).
Sedangkan kecakapan potensial
merupakan aspek kecakapan yang masih terkandung dalam diri individu dan
diperoleh dari faktor keturunan (herediter). Kecakapan potensial dapat dibagi
ke dalam dua bagian yaitu kecakapan dasar umum (inteligensi atau kecerdasan)
dan kecakapan dasar khusus (bakat atau aptitudes).C.P. Chaplin (1975)
memberikan pengertian inteligensi sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan
diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif.
Selanjutnya, Thurstone (1938)
mengemukakan teori “Primary Mental Abilities”, bahwa inteligensi merupakan
penjelmaan dari kemampuan primer, yaitu :
1) kemampuan
berbahasa (verbal comprehension);
2) kemampuan
mengingat (memory);
3) kemampuan
nalar atau berfikir (reasoning);
4) kemampuan
tilikan ruangan (spatial factor);
5) kemampuan bilangan
(numerical ability);
6) kemampuan
menggunakan kata-kata (word fluency); dan
7) kemampuan
mengamati dengan cepat dan cermat (perceptual speed).
Sementara itu, J.P. Guilford
mengemukakan bahwa inteligensi dapat dilihat dari tiga kategori dasar atau
“faces of intellect”, yaitu:
- Operasi Mental (Proses Befikir)
1)
Cognition (menyimpan informasi yang lama dan menemukan
informasi yang baru).
2)
Memory Retention (ingatan yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari).
3)
Memory Recording (ingatan yang segera).
4)
Divergent Production (berfikir melebar=banyak
kemungkinan jawaban/ alternatif).
5)
Convergent Production (berfikir memusat= hanya satu
kemungkinan jawaban/alternatif).
6)
Evaluation (mengambil keputusan tentang apakah suatu
itu baik, akurat, atau memadai).
2.
Content (Isi yang Dipikirkan)
1)
Visual (bentuk konkret atau gambaran).
2)
Word Meaning (semantic).
3)
Symbolic (informasi dalam bentuk lambang, kata-kata
atau angka dan notasi musik).
4)
Behavioral (interaksi non verbal yang diperoleh
melalui penginderaan, ekspresi muka atau suara).
3.
Product (Hasil Berfikir)
1)
Unit (item tunggal informasi).
2)
Kelas (kelompok item yang memiliki sifat-sifat yang
sama).
3)
Relasi (keterkaitan antar informasi).
4)
Sistem (kompleksitas bagian saling berhubungan).
5)
Transformasi (perubahan, modifikasi, atau redefinisi
informasi).
6)
Implikasi (informasi yang merupakan saran dari
informasi item lain).
Belakangan ini banyak orang
menggugat tentang kecerdasan intelektual (unidimensional), yang konon dianggap
sebagai anugerah yang dapat mengantarkan kesuksesan hidup seseorang. Pertanyaan
muncul, bagaimana dengan tokoh-tokoh dunia, seperti Mozart dan Bethoven dengan
karya-karya musiknya yang mengagumkan, atau Maradona dan Pele sang legenda
sepakbola dunia. Apakah mereka termasuk juga orang-orang yang genius atau
cerdas ? Dalam teori kecerdasan tunggal (uni-dimensional), kemampuan mereka
yang demikian hebat ternyata tidak terakomodasikan. Maka muncullah, teori
inteligensi yang berusaha mengakomodir kemampuan-kemampuan individu yang tidak
hanya berkenaan dengan aspek intelektual saja. Dalam hal ini, Howard Gardner
(1993), mengemukakan teori Multiple Inteligence, dengan aspek-aspeknya sebagai
tampak dalam tabel di bawah ini :
INTELIGENSI
|
KEMAMPUAN INTI
|
1. Logical – Mathematical
|
Kepekaan dan kemampuan untuk mengamati pola-pola
logis dan bilangan serta kemampuan untuk berfikir rasional.
|
2. Linguistic
|
Kepekaan terhadap suara, ritme, makna kata-kata, dan
keragaman fungsi-fungsi bahasa.
|
3. Musical
|
Kemampuan untuk menghasilkan dan mengapresiasikan
ritme. Nada dan bentuk-bentuk ekspresi musik.
|
4. Spatial
|
Kemampuan mempersepsi dunia ruang-visual secara
akurat dan melakukan tranformasi persepsi tersebut.
|
5. Bodily Kinesthetic
|
Kemampuan untuk mengontrol gerakan tubuh dan
mengenai objek-objek secara terampil.
|
6. Interpersonal
|
Kemampuan untuk mengamati dan merespons suasana
hati, temperamen, dan motivasi orang lain.
|
7. Intrapersonal
|
Kemampuan untuk memahami perasaan, kekuatan dan
kelemahan serta inteligensi sendiri.
|
d. Keragaman Individu dalam Kepribadian
Para ahli tampaknya masih sangat
beragam dalam memberikan rumusan tentang kepribadian, tergantung sudut pandang
masing-masing. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W.
Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi
tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya,
akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih
lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam
diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik
dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian
kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider (1964) mengartikan penyesuaian
diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral
maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri,
ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan
antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik
bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu
dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur
psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi
kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga
menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam
berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk menjelaskan tentang
kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak
dikenal, diantaranya: teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, teori Analitik
dari Carl Gustav Jung, teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan
Sullivan, teori Personologi dari Murray, teori Medan dari Kurt Lewin, teori
Psikologi Individual dari Allport, teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull,
Watson, teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya.
Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan
tentang aspek-aspek kepribadian, yang didalamnya mencakup :
1) Karakter;
yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam
memegang pendirian atau pendapat.
2) Temperamen;
yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap
rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
3) Sikap;
sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen
4) Stabilitas
emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari
lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa.
5) Responsibilitas
(tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan
yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau
melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
6) Sosiabilitas;
yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti :
sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan
orang lain.
Setiap individu memiliki ciri-ciri
kepribadian tersendiri, mulai dari yang menunjukkan ciri-ciri kepribadian yang
sehat sampai dengan ciri-ciri kepribadian yang tidak sehat. Dalam hal ini,
Elizabeth Hurlock (Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang
sehat atau tidak sehat, sebagai berikut :
KEPRIBADIAN YANG SEHAT
|
KEPRIBADIAN YANG TIDAK SEHAT
|
Mampu menilai diri sendiri secara realistik
§ Mampu menilai situasi
secara realistik
§ Mampu menilai prestasi
yang diperoleh secara realistik
§ Menerima tanggung jawab
§ Kemandirian
§ Dapat mengontrol emosi
§ Berorientasi tujuan
§ Berorientasi keluar (ekstrovert)
§ Penerimaan sosial
§ Memiliki filsafat hidup
§ Berbahagia
|
§ Mudah marah
§ Menunjukkan
kekhawatiran dan kecemasan
§ Sering merasa tertekan
(stress atau depresi)
§ Bersikap kejam
§ Ketidakmampuan untuk
menghindar dari perilaku menyimpang
§ Kebiasaan berbohong
§ Hiperaktif
§ Bersikap memusuhi semua
bentuk otoritas
§ Senang mengkritik/
mencemooh
10. Sulit tidur
11. Kurang rasa tanggung
jawab
12. Sering mengalami pusing
kepala
13. Kurang memiliki kesadaran
untuk mentaati ajaran agama
14. Pesimis
15. Kurang bergairah
|
Berdasarkan uraian diatas kita dapat
memahami bahwa ketika seorang guru berhadapan dengan peserta didiknya di kelas,
dia dihadapkan dengan sejumlah keragaman kecakapan dan kepribadian yang
dimiliki para peserta didiknya. Oleh karena itu, seyogyanya guru dapat
memperlakukan peserta didik dan mengembangkan strategi pembelajaran, dengan
memperhatikan aspek perbedaan atau keragaman kecakapan dan kepribadian yang
dimiliki peserta didiknya. Sehingga peserta didik dapat mengembangkan diri
sesuai dengan kecepatan belajar dan karakteristik perilaku dan kepribadiannya
masing-masing.
D. Faktor-
Faktor Perbedaan Individual Manusia
Telah kita ketahui bahwa
perbedaan–perbedaan antara satu dengan yang lainnya dan juga kesamaan-kesamaan
diantara mereka merupakan cirri-ciri dari semua pelajaran pada suatu tingkatan
belajar. Sebab-sebab dan pengaruh perbedaan individu ini dan sejauh mana
tingkat tujuan pendidikan, isi dan tekhnik-tekhnik pendidikan di tetapkan,
hendaknya di sesuaikan dengan perbedaan-perbedaan tersebut. Antara lain
perbedaan tersebut seperti:
1. Perbedaan
Kognitif
Kemampuan kognitif merupakan
kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Setiap orang memiliki persepsi tentang hasil pengamatan atau penyerapan atas
suatu obyek. Yang berarti ia menguasai segala segala sesuatu yang di ketahui,
dalam arti dirinya terbentuk suatu persepsi, dan pengetahuan itu
diorganisasikan secara sistematik untuk menjadi miliknya.
2. Perbedaan
Kecakapan Berbahasa
Bahasa merupakan salah satu
kemampuan individu yang sangat penting dalam kehidupan. Kemampuan tiap individu
dalam berbahasa berbeda-beda. Kemampuan berbahasa merupakan kemampuan seseorang
untuk menyatakan pemikirannya dalam bentuk ungkapan kata dan kalimat yang penuh
makna, logis, dan sistematik. Kemampuan berbahasa sangat di pengaruhi oleh
faktor kecerdasan dan faktor lingkungan serta faktor fisik( organ bicara).
3. Perbedaan
Kecakapan Motorik
Kecakapan motorik atau kemampuan
psiko-motorik merupakan kemampuan untuk melakukan koordinasi gerakan syarat
motorik yang dilakukan oleh syaraf pusat untuk melakukan kegiatan.
4. Perbedaan
Latar Belakang
Perbedaan latar belakang dan
pengalaman mereka masing-masing dapat memperlancar atau memperhambat
prestasinya, terlepas dari potensi untuk menguasai bahan.
5. Perbedaan
Bakat
Bakat merupakan kemampuan khusus
yang dibawa sejak lahir. Kemampuan tersebut akan berkebang dengan baik apabila
mendapatkan rangsangan dan pemupukan secara tepat sebaliknya bakat tidak
berkembang sama, maka lingkungan tidak memberikan kesempatan untuk berkembang.,
dalam arti ada rangsangan dan pemupukan yang menyentuhnya.
6. Perbedaan
Kesiapan Belajar
Perbedaan latar belakang, yang
meliputi perbedaan sosio-ekonomi, sosio-cultural, amat penting artinya bagi
perkembangan anak. Akibatnya anak-anak pada umur yang sama tidak selalu berada
pada tingkat persiapan yang sama dalam menerima pengaruh dari luar yang lebih
luas.
7. Perbedaan
Jenis Kelamin dan Gender
Istilah jenis kelamin dan gender
sering dipertukarkan dan dianggap sama. Jenis kelamin merujuk kepada perbedaan
biologis dari laki-laki dan perempuan, sementara gender merupakan aspek
psikososial dari laki-laki dan perempuan berupa perbedaan antara laki-laki dan
perempuan yang dibangun secara sosial budaya. Perbedaan gender termasuk dalam
hal peran, tingkah laku, kecenderungan, sifat, dan atribut lain yang
menjelaskan arti menjadi seorang laki-laki atau perempuan dalam kebudayaan yang
ada.
8. Perbedaan
Kepribadian
Kepribadian adalah pola perilaku dan
cara berpikir yang khas yang menetukan penyesuaian diri seseorang terhadap
lingkungan
9. Perbedaan
Gaya Belajar
Gaya belajar adalah pola perilaku
spesifik dalam menerima informasi baru dan mengembangkan ketrampilan baru,
serta proses menyimpan informasi atau ketrampilan baru (Sarasin, 1999). Menurut
Horne (2005) terdapat beberapa model atau pendektan gaya belajar:
- Modalitas belajar
- Belajar dengan otak kiri otak kanan
- Belajar social
- Lingkungan belajar
- Emosi belajar
- Belajar kongkrit dan abstrak
- Belajar global dan analitik
- Multiple intelligence
a. Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Keragaman Kecakapan dan Kepribadian
Timbulnya keragaman dalam
kepribadian dipengaruhi oleh bebagai faktor. Kendati demikian, Kecakapan maupun
kepribadian individu dipengaruhi oleh hereditas dan pengalamannya melalui
interaksi dengan lingkungan. Berikut bukti saling mempengaruhi antara hereditas
dan lingkungan yang dikemukakan oleh Woodworth sebagai berikut :
- Eksperimen dengan anak kembar yang dibesarkan di lingkungan keluarga dan sekolah berbeda.
- Eksperimen dengan menciptakan lingkungan hidup yang sama dalam suatu asrama terhadap sejumlah anak yang berbeda pembawaannya.
- Adanya hibrida (tongki,blaster) menunjukan bahwa gen itu berpengaruh begitu juga himar.
- Adanya gigantisme pertumbuhan tubuh luar biasa cepatnya, termasuk juga cretinisme menunjukan pengaruh lingkungan yang kelebihan atau kekurangan zat tertentu.
Menurut Baharuddin dalam (Ngalim
Purwanto,1984:163) Secara umum dapat dikemukakan bahwa faktor- faktor yang
memengaruhi kepribadian itu dapat terperinci menjadi tiga golongan besar ,
yaitu:
v Faktor
biologis
Faktor ini berhubungan dengan
keadaan jasmani, dan sering disebut faktor fisiologis. Faktor ini disebutkan
bahwa konstitusi tubuh itu meliputi pencernaan, peredaran darah,
kelenjar- kelenjar, urat saraf, dan sebagainya dan pembawaan sejak lahir atau
berdasarkan keturunan yang bersifat kodrati, seperti: konstitusi dan struktur
fisik, kecakapan potensial (bakat dan kecerdasan).
Setiap individu sejak dilahirkan
telah menunjukkan adanya perbedaan dalam konstitusi tubuhnya, baik dari
keturunan atau pembawaan individu (anak) itu sendiri.Yang jelas, konstitusi
tubuh individu itu sangat memengaruhi kepribadian individu. Namun dalam perkembangan
dan pembentukan kepribadian selanjutnya, faktor- faktor lain seperti lingkungan
dan pendidikan tidak dapat dimungkiri peranan dan pengaruhnya.bahwa faktor
keturunan memegang peranan penting bagi perilaku dan pribadi individu. Beberapa
asas tentang keturunan di bawah ini akan memberikan gambaran pembanding kepada
kita tentang apa-apa yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya :
1. Asas
Reproduksi
Menurut asas ini bahwa kecakapan
(achievement) dari masing-masing ayah atau ibunya tidak dapat diturunkan kepada
anak-anaknya. Sifat-sifat atau ciri-ciri perilaku yang diturunkan orang tua
kepada anaknya hanyalah bersifat reproduksi, yaitu memunculkan kembali mengenai
apa yang sudah ada pada hasil perpaduan benih saja, dan bukan didasarkan pada
perilaku orang tua yang diperolehnya melalui hasil belajar atau hasil
berinteraksi dengan lingkungannya.
2. Asas Variasi
Bahwa penurunan sifat pembawaan dari
orang tua kepada anak-anaknya akan bervariasi, baik mengenai kuantitas maupun
kualitasnya. Hal ini disebabkan karena pada waktu terjadinya pembuahan
komposisi gen berbeda-beda, baik yang berasal dari ayah maupun ibu. Oleh karena
itu, akan didapati beberapa perbedaan sifat dan ciri-ciri perilaku individu
dari orang yang bersaudara, walaupun berasal dari ayah dan ibu yang sama,
sehingga mungkin saja kakaknya lebih banyak menyerupai sifat dan ciri-ciri
perilaku ayahnya sedangkan adiknya lebih banyak menyerupai sifat dan ciri-ciri
perilaku ibunya atau sebaliknya.
3. Asas Regresi
Filial
Terjadi pensurutan sifat atau ciri perilaku
dari kedua orangtua pada anaknya yang disebabkan oleh gaya tarik-menarik dalam
perpaduan pembawaan ayah dan ibunya, sehingga akan didapati sebagian kecil dari
sifat-sifat ayahnya dan sebagian kecil pula dari sifat-sifat ibunya. Sedangkan
perbandingannya mana yang lebih besar antara sifat-sifat ayah dan ibunya ini
sangat tergantung kepada daya kekuatan tarik menarik dari pada masing-masing
sifat keturunan tersebut.
4. Asas Jenis
Menyilang
Menurut asas ini bahwa apa yang
diturunkan oleh masing-masing orang tua kepada anak-anaknya mempunyai sasaran
menyilang jenis. Seorang anak perempuan akan lebih banyak memilki sifat-sifat
dan tingkah laku ayahnya, sedangkan bagi anak laki-laki akan lebih banyak
memilki sifat pada ibunya.
5. Asas
konformitas
Berdasarkan asas konformitas ini bahwa seorang anak
akan lebih banyak memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri tingkah laku yang
diturunkan oleh kelompok rasnya atau suku bangsanya.Misalnya, orang Eropa akan
menyerupai sifat-sifat dan ciri-ciri tingkah laku seperti orang-orang Eropa
lainnya dibandingkan dengan orang-orang Asia.
v Faktor
social
Faktor sosial yang dimaksud adalah
masyarakat disekitar individu yang memengaruhi individu tersebut.Yang termasuk
dalam faktor ini adalah tradisi- tradisi, adat istiadat, dan peraturan- peraturan
yang berlaku dalam masyarakat.
Dalam perkembangan individu (anak)
pada masa bayi dan kanak- kanak, peranan keluarga (ayah dan ibu) sangat
menentukan bagi kepribadian individu itu selanjutnya.Begitu pula kebiasaan-
kebiasaan yang berlaku dalam keluarga.Keluarga yang berpendidikan berbeda
pengaruhnya dengan keluarga yang kurang atau malah tidak
berpendidikan.Baharuddin dalam (Ahmad Musa, 1969:94) Memang pengaruh lingkungan
keluarga terhadap perkembangan anak sejak kecil sangat mendalam dan menentukan
perkembangan kepribadian anak selanjutnya. Hal ini disebabkan karena:
- Pengaruh itu merupakan pengalaman yang pertama- tama.
- Pengaruh yang diterima anak itu masih terbatas jumla dan luasnya.
- Intensitas pengaruh itu tinggi karena berlangsung terus-menerus siang dan malam.
- Umumnya pengaruh itu diterima dalam suasana aman dan bersifat intim dan bernada emosional.
Pada masa selanjutnya, pengaruh
lingkungan sosial yang diterima anak semakin besar dan luas pada anggota-
anggota keluarga yang lain, teman- teman sepermainan, tetangganya, lingkungan
desa- kota, lingkungan sekolahnya, dan sebagainya. Keberadaan kelompok dalam
masyarakat merupakan suatu hal penting dalam perkembangan kepribadian
seseorang, karena kelompok- kelompok ini merupakan model untuk gagasan atau
norma-norma perilaku seseorang. Kelompok semacam itu disebut kelompok acuan
(reference group). Mula-mula kelompok keluarga adalah kelompok yang terpenting,
karena kelompok ini merupakan kelompok satu-satunya yang dimiliki bayi selama
masa-masa yang paling peka. Maka pengaruh lingkungan sosial terhadap
perkembangan dan pertumbuhan kepribadian yang diterima oleh individu (manusia)
dalam hidup dan kehidupannya sehari- hari, sejak kecil sampai dewasa.
v Faktor
Kebudayaan
Faktor kebudayaan disini adalah
kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah- tengah masyarakat. Dalam
faktor ini kita akan membicarakan kebudayaan dalam scopeyang lebih luas,
lengkap dengan aspek- aspeknya.
Perkembangan dan pembentukan
kepribadian pada masing- masing individu tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan
masyarakat dimana individu itu berada dan dibesarkan.Di Negera kita, dapat
diketahui di mana kehidupan masyarakat di pedalaman Irian Baratberbeda dengan
kehidupan masyarakat Indonesia lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa cara- cara hidup,
adat istiadat, kebiasaan, bahasa, dan sebagainya dari satu daerah/ Negara dan
masyarakat tertentu, berbeda dengan daerah / Negara dan masyarakat yang lain.
Adapun beberapa aspek kebudayaan
yang sangat memengaruhi perkembangan dan pembentukkan kepribadian yaitu,
antara lain:
1. Nilai- nilai
(value)
Pada setiap kebudayaan terdapat
nilai- nilai yang dijunjung tinggi oleh individu yang hidup dalam kebudayaan
itu. Menaati nilai- nilai yang hidup dalam kebudayaan itu menjadi idaman dan
kewajiban bagi setiap anggota masyarakat kebudayaan tersebut.Sementara
itu, nilai- nilai hidup yang berlaku dalam masyarakat sangat erat hubungaannya
dengan kepercayaan, agama, istiadat, kebiasaan dan tradisi yang dianut oleh
masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, lingkungan masyarakat itu sendiri,
seperti masyarakat desa, masyarakat kota, dan lainnya, sama sekali tidak
disangsikan peranannya dalam membentuk kepribadian seorang individu.
2. Pengetahuan
dan keterampilan
Pengetahuan yang dimiliki setiap
individu juga memengaruhi sikap dan tindakannya namun pengetahuan yang dimiliki
tidaklah sama kadarnya antar individu. Begitu juga jenis pengetahuan yang
dimiliki tidaklah sama. Ada yang ahli di bidang ekonomi, di bidang kedokteran,
dan sebagainya. Semuanya ini membentuk kepribadian yang berbeda- beda pada
setiap individu.
Demikian pula kecakapan atau
keterampilan individu dalam mengerjakan sesuatu juga merupakan bagian dari
kebudayaanya. Ada yang memiliki keterampilan dalam membuat dan merencanakan
mode kapal terbang, roket, dan lain- lain. Tinggi rendahnya kadar ilmu
pengetahuan dan keterampilan atau teknologi yang dimiliki seseorang mencerminkn
tinggi rendahnya masyarakat itu. Semakin tinggi kebudayaan suatu masyarakat,
semakin maju pula sikap hidup cara- cara kehidupan manusia.
3. Adat dan
tradisi
Adat istiadat (tradisi) suatu daerah
berbeda dengan daerah yang lainnya. Perbedaan- perbedaan ini meliputi berbagai
masalah. Dalam hal perkawinan, model rumah, upacara agama, kepercayaan dan
sebagainya, hampir setiap daerah memiliki karakteristik sendiri-sendiri.
Semua adat dan tradisi yang berlaku
di suatu daerah, selain menentukan nilai-nilai yang harus ditaati oleh
anggota-anggotanya, juga menentukan cara-cara bertindak dan bertingkah laku
manusia-manusianya.
1. Bahasa
Bahasa merupakan faktor yang
menentukan karakteristik suatu kebudayaan.Bahasa mempunyai hubungan yang erat
dengan kepribadian manusia yang menggunakan dan memakai bahasa itu dan
berfungsi sebagai alat komunikasi individu.
Kata-kata yang terdapat pada kalimat
bahasa mencerminkan kepribadian bangsa adalah tepat dan mengandung kebenaran
yang dapat diterima. Seperti orang yang biasa menggunakan bahasa Indonesia,
sikap dan gaya hidupnya berbeda dengan orang yang terbiasa menggunakan bahasa
inggris.
Didunia manapun dapat dijumpai suatu
fakta bahwa bahasa berkembang sejajar dengan kemajuan dan perkembangan
kebudayaan masyarakat pemakainya.Maka bisa dikatakan bahwa bahasa merupakan
faktor yang penting dalam memengaruhi dan menentukan kepribadian.Betapa erat
hubungan antara kepribadian dengan kebudayaan, di mana kepribadian seseorang
tidak dapat dinilai tanpa menyelidiki latar belakang kebudayaannya dan pengaruh
dari suatu kebudayaan terhadap pembentukan kepribadian adalah sangat besar.
E. Pandangan
Alfred Adler tentang Perilaku Manusia
Ada tujuh prinsip yang terkandung dari teori Psikologi
Individual Adler, yaitu:
1. Prinsip Rasa
Rendah Diri (Inferiority Principle)
Adler meyakini bahwa manusia
dilahirkan disertai dengan perasaan rendah diri. Seketika individu menyadari
eksistensinya, ia merasa rendah diri akan perannya dalam lingkungan. Perasaan
rendah diri ini muncul ketika individu ingin menyaingi kekuatan dan kemampuan
orang lain.
Teori Adler mengenai perasaan rendah
diri ini berawal dari pengamatannya atas penderitaan pasien-pasiennya yang
seringkali mengeluh sakit pada daerah tertentu pada tubuhnya, mengenai
psikosomatis, Adler mengatakan bahwa rasa sakit yang diderita individu
sebenarnya adalah usaha untuk memecahkan masalah-masalah nonfisik. Keadaan tersebut,
menurut Adler disebabkan adanya kekurang sempurnaan pada daerah-daerah tubuh
tersebut, yang dikatakannya sebagai organ penyebab rendah diri (organ
inferiority). Jadi manusia lahir memang tidak sempurna, atau secara potensial
memiliki kelemahan dalam organ tubuhnya. Adanya stress menyebabkan organ lemah
ini terganggu.
Berkenaan dengan perasaan rendah
diri dalam kondisi organik, Adler menciptakan istilah masculine protest,
yakni istilah yang dimaksud untuk menerangkan perasaan rendah diri atau inferior
ini dihubungkan dengan kelemahan (weakness) dan kewanita-wanitaan (femininity).
Istilah ini merupakan suatu dinamika kepribadian manusia yang utama, karena hal
ini merupakan usaha individu dalam mencapai kondisi yang kuat dalam
mengkompensasikan perasaan rendah dirinya.
2. Prinsip
Superior (Superiority Principle)
Sebagai reaksi atas penekanan aspek
seksualitas sebagai motivator utama perilaku menurut Freud, Adler beranggapan
bahwa manusia adalah mahluk agresif dan harus selalu agresif bila ingin
survive. Namun kemudian dorongan agresif ini berkembang menjadi dorongan untuk
mencari kekuatan baik secara fisik maupun simbolik agar dapat survive. Demikian
banyak pasien Adler yang dipandang kurang memiliki kualitas agresif dan
dinyatakan sebagai manusia tak berdaya. Karenanya, yang diinginkan manusia
adalah kekuatan (power). Dari sini konsepnya berkembang lagi, bahwa manusia
mengharapkan untuk bisa mencapai kesempurnaan (superior). Dorongan superior ini
sangat bersifat universal dan tak mengenal batas waktu.
Bagi Adler tak ada pemisahan antara
drive dan need seperti yang diungkapkan oleh Murray. Bagi Adler hanya ada satu
dorongan, yakni dorongan untuk superior sebagai usaha untuk meninggalkan
perasaan rendah diri. Namun perlu dicatat bahwa superior disini bukanlah
kekuatan melebihi orang lain, melainkan usaha untuk mencapai keadaan superior
dalam diri dan tidak selalu harus berkompetisi dengan orang lain. Superioritas
yang dimaksud adalah superior atas diri sendiri. Jadi daya penggerak yang utama
dalam hidup manusia adalah dinamika yang mengungkapkan sebab individu berperilaku,
yakni dorongan untuk mencapai superior atau kesempurnaan.
3. Prinsip Gaya
Hidup (Style of Life Principle)
Usaha individu untuk mencapai
superioritas atau kesempurnaan yang diharapkan, memerlukan cara tertentu. Adler
menyebutkan hal ini sebagai gaya hidup (Style of Life). Gaya hidup yang diikuti
individu adalah kombinasi dari dua hal, yakni dorongan dari dalam diri (the
inner self driven) yang mengatur arah perilaku dan dorongan dari lingkungan
yang mungkin dapat menambah, atau menghambat arah dorongan dari dalam tadi.
Dari dua dorongan itu, yang terpenting adalah dorongan dalam diri (inner self)
itu. Bahwa karena peranan dalam diri ini, suatu peristiwa yang sama dapat
ditafsirkan berbeda oleh dua orang manusia yang mengalaminya. Dengan adanya
dorongan dalam diri ini, manusia dapat menafsirkan kekuatan-kekuatan di luar
dirinya, bahkan memiliki kapasitas untuk menghindari atau menyerangnya.
Bagi Adler, manusia mempunyai
kekuatan yang cukup, sekalipun tidak sepenuhnya bebas, untuk mengatur
kehidupannya sendiri secara wajar. Jadi dalam hal ini Adler tidak menerima
pandangan yang menyatakan bahwa manusia adalah produk dari lingkungan
sepenuhnya. Menurut Adler, justru jauh lebih banyak hal-hal yang muncul dan
berkembang dalam diri manusia yang mempengaruhi gaya hidupnya. Gaya hidup
manusia tidak ada yang identik sama, sekalipun pada orang kembar.
Sekurang-kurangnya ada dua kekuatan yang dituntut untuk menunjukkan gaya hidup
seseorang yang unik, yakni kekuatan dari dalam diri yang dibawa sejak lahir dan
kekuatan yang datang dari lingkungan yang dimasuki individu tersebut.
Dengan adanya perbedaan lingkungan
dan pembawaan, maka tidak ada manusia yang berperilaku dalam cara yang sama.
Gaya hidup seseorang sering menentukan kualitas tafsiran yang bersifat tunggal
atas semua pengalaman yang dijumpai manusia. Misalnya, individu yang gaya
hidupnya berkisar pada perasaan diabaikan (feeling of neglect) dan perasaan tak
disenangi (being unloved) menafsirkan semua pengalamannya dari cara pandang
tersebut. misalnya ia merasa bahwa semua orang yang ingin mengadakan kontak
komunikasi dipandangnya sebagai usaha untuk menggantikan perasaan tak disayangi
tersebut.
Gaya hidup seseorang telah terbentuk
pada usia tiga sampai lima tahun. Gaya hidup yang sudah terbentuk tak dapat
diubah lagi, meskipun cara pengekspresiannya dapat berubah. Jadi gaya hidup itu
tetap atau konstan dalam diri manusia. Apa yang berubah hanya cara untuk
mencapai tujuan dan kriteria tafsiran yang digunakan untuk memuaskan gaya
hidup. Misalnya, bagi anak yang merasa memiliki gaya hidup tidak disayangi,
adalah lebih baik praktis untuk membentuk tujuan semu bahwa kasih sayang
baginya tidak begitu penting dibandingkan dengan usaha meyakinkan bahwa tidak
dicintai pada masa lalu tidak penting baginya, dan bahwa meyakinkan kemungkinan
untuk dicintai pada masa yang akan datang diharapkan dapat memperbaiki
peristiwa masa lampau.
Perubahan gaya hidup meskipun
mungkin dapat dilakukan, akan tetapi kemungkinannya sangat sukar, karena
beberapa pertimbangan emosi, energi, dan pertumbuhan gaya hidup itu sendiri
yang mungkin keliru. Karenannya jauh lebih mudah melanjutkan gaya hidup yang
telah ada dari pada mengubahnya. Mengenai bagaimana gaya hidup itu berkembang,
dan kekuatan yang mempengaruhinya, menurut Adler dapat dipelajari dengan
meyakini bahwa perasaan rendah diri itu bersifat universal pada semua manusia,
dan berikutnya karena adanya usaha untuk mencapai superioritas.
Akan tetapi ada karakteristik umum
yang berasal dari sumber lain di luar dirinya yang turut menentukan keunikan
kepribadian individu, yakni kehadiran kondisi sosial, psikologis, dan fisik
yang unik pada setiap manusia. Dikatakan, bahwa setiap manusia mencoba
menangani pengaruh-pengaruh itu. Faktor yang khusus yang dapat menyebabkan gaya
hidup yang salah adalah pengalaman masa kecil, banyaknya saudara, dan urutan
dalam keluarga. Adler juga menemukan tiga faktor lainnya yang dapat menyebabkan
gaya hidup keliru dalam masyarakat dan menyebabkan kehidupan manusia tidak
bahagia, yaitu masa kanak-kanak yang dimanja atau dikerasi, dan masa
kanak-kanak yang diacuhkan oleh orang tuanya.
Pada anak cacat tubuh, perasaan
rendah diri akan lebih besar dari pada anak yang sehat fisiknya. Biasanya
reaksi yang muncul ada yang menyerah pada keadaan dikalahkan oleh lingkungan,
akan tetapi ada juga yang berusaha mengkonpensasikannya pada bidang yang jauh
dari bakat normal pada orang biasa, misalnya berhasil dalam kegiatan olahraga,
kesenian, atau industri. Pada anak cacat mental, menyebabkan masalah yang lebih
parah lagi, hal ini disebabkan oleh: (a) kompensasinya jauh lebih sukar, (b)
keragaman kesempatan yang dapat digunakan untuk kompensasi lebih sedikit, (c)
tuntutan masyarakat modern lebih menekankan kemampuan intektual ketimbang kerja
otot, (d) masyarakat sendiri kadang kurang mau memahami usaha kompensasi
orang-orang yang terbelakang mental. Jadi secara umum kondisi sosial dapat
membentuk gaya hidup yang keliru sekalipun kondisi fisik dan psikologisnya
masih normal.
4. Prinsip Diri
Kreatif (Creative Self Principle)
Diri yang kreatif adalah faktor yang
sangat penting dalam kepribadian individu, sebab hal ini dipandang sebagai
penggerak utama, sebab pertama bagi semua tingkah laku. Dengan prinsip ini
Adler ingin menjelaskan bahwa manusia adalah seniman bagi dirinya. Ia lebih
dari sekedar produk lingkungan atau mahluk yang memiliki pembawaan khusus. Ia
adalah yang menafsirkan kehidupannya. Individu menciptakan struktur pembawaan,
menafsirkan kesan yang diterima dari lingkungan kehidupannya, mencari
pengalaman yang baru untuk memenuhi keinginan untuk superior, dan meramu semua
itu sehingga tercipta diri yang berbeda dari orang lain, yang mempunyai gaya
hidup sendiri. Namun diri kreatif ini adalah tahapan di luar gaya hidup. Gaya
hidup adalah bersifat mekanis dan kreatif, sedangkan diri kreatif lebih dari
itu. Ia asli, membuat sesuatu yang baru yang berbeda dari sebelumnya yakni
kepribadian yang baru. Individu mencipta dirinya.
5. Prinsip Diri
yang Sadar (Conscious Self Principle)
Kesadaran menurut Adler, adalah inti
kepribadian individu. Meskipun tidak secara eksplisit Adler mengatakan bahwa ia
yakin akan kesadaran, namun secara eksplisit terkandung dalam setiap karyanya.
Adler merasa bahwa manusia menyadari segala hal yang dilakukannya setiap hari,
dan ia dapat menilainya sendiri. Meskipun kadang-kadang individu tak dapat
hadir pada peristiwa tertentu yang berhubungan dengan pengalaman masa lalu,
tidak berarti Adler mengabaikan kekuatan-kekuatan yang tersembunyi yang
ditekannya. Manusia dengan tipe otak yang dimilikinya dapat menampilkan banyak
proses mental dalam satu waktu. Hal-hal yang tidak tertangkap oleh kesadarannya
pada suatu saat tertentu tak akan diperhatikan dan diingat oleh individu.
Ingatan adalah fungsi jiwa, yang
seperti proses lainnya, tidak bekerja secara efisien. Keadaan tidak efisien ini
adalah akibat kondisi yang tidak sempurna pada organ tubuh, khususnya otak.
Adler tidak menerima konsep ambang sadar dan alam tak sadar (preconsious dan
uncounsious) Freud. Hal ini dianggap sebagai mistik. Ia merasa bahwa manusia
sangat sadar benar dengan apa yang dilakukannya, apa yang dicapainya, dan ia
dapat merencanakan dan mengarahkan perilaku ke arah tujuan yang dipilihnya
secara sadar.
6. Prinsip
Tujuan Semu (Fictional Goals Principle)
Meskipun Adler mangakui bahwa masa
lalu adalah penting, namun ia mengganggap bahwa yang terpenting adalah masa
depan. Yang terpenting bukan apa yang telah individu lakukan, melainkan apa
yang akan individu lakukan dengan diri kreatifnya itu pada saat tertentu.
Dikatakannya, tujuan akhir manusia akan dapat menerangkan perilaku manusia itu
sendiri. Misalkan, seorang mahasiswa yang akan masuk perguruan tinggi bukanlah
didukung oleh prestasinya ketika di Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah,
melainkan tujuannya mencapai gelar tersebut. usaha mengikuti setiap tingkat
pendidikan adalah bentuk tujuan semunya, sebab kedua hal tidak menunjukkan
sesuatu yang nyata, melainkan hanya perangkat semu yang menyajikan tujuan yang
lebih besar dari tujuan-tujuan yang lebih jauh pada masa datang.
Dengan kata lain, tujuan yang
dirumuskan individu adalah semua karena dibuat amat ideal untuk diperjuangkan
sehingga mungkin saja tidak dapat direalisasikan. Tujuan fiksional atau semu
ini tak dapat dipisahkan dari gaya hidup dan diri kreatif. Manusia bergerak ke
arah superioritas melalui gaya hidup dan diri kreatifnya yang berawal dari
perasaan rendah diri dan selalu ditarik oleh tujuan semu tadi. Tujuan semu yang
dimaksud oleh Adler ialah pelaksanaan kekuatan-kekuatan tingkah laku manusia.
Melalui diri keratifnya manusia dapat membuat tujuan semu dari kemampuan yang
nyata ada dan pengalaman pribadinya. Kepribadian manusia sepenuhnya sadar akan
tujuan semu dan selanjutnya menafsirkan apa yang terjadi sehari-hari dalam
hidupnya dalam kaitannya dengan tujuan semu tersebut.
7. Prinsip
Minat Sosial (Social Interest Principle)
Setelah melampaui proses evolusi
tentang dorongan utama perilaku individu, Adler menyatakan pula bahwa manusia
memiliki minat sosial. Bahwa manusia dilahirkan dikaruniai minat sosial yang
bersifat universal. Kebutuhan ini terwujud dalam komunikasi dengan orang lain,
yang pada masa bayi mulai berkembang melalui komunikasi anak dengan orang tua.
Proses sosialisasi membutuhkan waktu banyak dan usaha yang berkelanjutan.
Dimulai pada lingkungan keluarga, kemudian pada usia 4-5 tahun dilanjutkan pada
lingkungan pendidikan dasar dimana anak mulai mengidentifikasi kelompok
sosialnya. Individu diarahkan untuk memelihara dan memperkuat perasaan minat
sosialnya ini dan meningkatkan kepedulian pada orang lain. Melalui empati,
individu dapat belajar apa yang dirasakan orang lain sebagai kelemahannya dan
mencoba memberi bantuan kepadanya. Individu juga belajar untuk melatih
munculnya perasaan superior sehingga jika saatnya tiba, ia dapat
mengendalikannya. Proses-proses ini akan dapat memperkaya perasaan superior dan
memperkuat minat sosial yang mulai dikembangkannya.
Dikarenakan manusia tidak sepenuhnya
dapat mencapai superioritas, individu tetap memiliki perasaan ketidakmampuan.
Namun individupun yakin bahwa masyarakat yang kuat dan sempurna akan dapat
membantunya mencapai pemenuhan perasaan superior. Gaya hidup dan diri kreatif
melebur dalam prinsip minat sosial yang pada akhirnya terwujud tingkah laku
yang ditampilkan secara keseluruhan.
a. Analisis
Mengenai Teori Psikologi Individual Alfred Adler
Teori psikologi individual Adler
memang lebih banyak berupaya untuk menyadarkan manusia, bahwa ia merupakan
mahluk yang berdaya dan memiliki rasa sosial yang dalam, sehingga ia dapat survive
dalam menjalani hidup. Teori ini juga memiliki kekuatan dalam hal memprediksi
perilaku manusia melalui tujuan semu atau akhir dari perilaku yang
diperbuatnya, sebagai tujuan akhir yang merupakan gambaran dari diri manusia
tersebut. Hal ini sangat menarik karena merupakan pandangan yang sangat positif
dan futuristik dan hal ini tentunya dapat membangkitkan semangat dan gaya hidup
manusia dalam melakukan aktivitas.
Teori psikologi individual Adler mempunyai arti yang
penting sebagai cara untuk memahami tingkah laku manusia. Pengertian seperti
gambaran semu, rasa rendah diri, kompensasi, gaya hidup, diri yang kreatif,
memberi pedoman yang penting untuk memahami sesama manusia. Psikologi
individual Alfred Adler menekankan pentingnya unitas kepribadian. Pikiran,
perasaan, dan kegiatan semuanya diarahkan ke satu tujuan tunggal dan mengejar
satu tujuan. Beberapa hal yang didapat dalam mempelajari teori Alfred Adler ini
adalah:
a. Mengurangi
intensitas perasaan rendah diri.
b. Memperbaiki
kebiasaan-kebiasaan yang salah dalam persepsi.
c. Keyakinan
dan optimistisme bahwa setiap orang dapat berubah untuk mencapai sesuatu ke
arah perubahan manusia yang bersifat positif
d. Menekan
bahwa kekuatan (power) sebagai pusat kompensasi dan pendorong perilaku
e. Berorientasi
humanistik
f. Tingkah
lakunya berarah tujuan
g. Keharusan
memikul tanggung jawab
h. Keberanian
menghadapi kesukaran-kesukaran hidup
i.
Mengikis dorongan keakuan dan mengembangkan dorongan
kemasyarakatan
F. Perbedaan Individu
Makna “perbedaan” dan “perbedaan
individual” menurut Lindgren (1980) menyangkut variasi yang terjadi, baik
variasi pada aspek fisik maupun psikologis. Perbedaan individual berkaitan
dengan “psikologi pribadi”, yang menjelaskan perbedaan psikologis antara orang-orang
serta berbagai persamaannya. Psikologi perbedaan individual menguji dan
menjelaskan bagaimana orang-orang berbeda dalam berpikir, berperasaan, dan
bertindak.
Perbedaan individual terbentuk
karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi. Faktor yang berperan paling
pertama yaitu faktor bawaan. Setiap individu terlahir dari dua individu yang
juga berbeda antara satu dan lainnya sehingga menghasilkan variasi yang berbeda
pula. Kemudian faktor lingkungan dimana individu tersebut berkembang menjadi faktor
penentu berikutnya. Faktor lingkungan seperti keadaan sosial dan ekonomi setiap
individu berbeda satu sama lain, mengakibatkan karakteristik individu berbeda
pula.
Dalam proses pembelajaran khususnya
pembelajaran matematika, perbedaan individu dapat terlihat dari bagaimana
perlakuan siswa saat belajar matematika, bagaimana cara siswa menangkap materi,
daya kemampuan siswa dalam menyerap materi pembelajaran.
a. Macam macam perbedaab individu
Seperti yang sudah di jelaskan
sebelumnya, setiap manusia merupakan individu yang unik dan berbeda antara satu
dengan yang lainnya. Begitu pula di dalam sebuah proses pembelajaran. Peserta
didik selaku individu memiliki karakteristik tersendiri yang membedakan antara
satu dengan yang lainnya. Khususnya dalam proses pembelajaran matematika.
Sebagai seorang pengajar dan pendidik guru tidak bisa meremehkan
perbedaan-perbedaan yang ada. Berikut akan dijabarkan macam-macam perbedaan
individual dalam proses pembelajaran matematika.
1. Perbedaan
gender dan jenis kelamin.
Istilah gender dan jenis-kelamin
sering dianggap sama. Perbedaan jenis kelamin terkait dengan perbedaan biologis
atau fisik yang tampak antara laki-laki dengan perempuan. Sedangkan perbedaan
gender merupakan aspek psikososial yang berbeda antara laki-laki dan perempuan.
Perbedaan gender termasuk dalam hal peran, tingkah laku, kecenderungan, sifat,
dan atribut lain yang menjelaskan arti menjadi seorang laki-laki atau
perempuan.
Dalam proses pembelajaran sebenarnya
perbedaan jenis kelamin dan gender itu sendiri tidak bisa dikatakan penentu
keberhasilan belajar para siswa. Namun faktor sosial dan kultural dapat
menyebabkan adanya perbedaan gender dalam prestasi akademik. Faktor tersebut
meliputi familiaritas siswa dengan mata pelajaran, perubahan aspirasi pekerjaan,
persepsi terhadap mata pelajaran khusus yang dianggap tipikal gender tertentu,
dan harapan guru terhadap siswa.
Perbedaan gender terkait dengan
kemampuan akademik siswa terlihat pada perbedaan kemampuan verbal, kemampuan
spasial, kemampuan matematika dan sains. Pada umumnya dalam mata pelajaran
matematika dan sains, perempuan cenderung menunjukkan prestasi yang lebih baik
dari laki-laki. Namun pada tahun-tahun berikutnya di sekolah menengah, prestasi
perempuan cenderung menurun dan laki-laki menunjukkan prestasi yang meningkat.
Padahal sebenarnya dalam penelitian kemampuan kognitif tidak ada yang
menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai bakat yang lebih besar dalam pelajaran
sains dan matematika.
Keadaan ini memunculkan mitos bahwa
perempuan dianggap tidak dapat mengerjakan pelajaran matematika dan sains
dengan baik, sehingga menyebabkan adanya perbedaan perlakuan terhadap siswa
laki-laki dan perempuan. Dalam proses pembelajaran khususnya matematika,
seringkali guru lebih memperhatikan siswa laki-laki dibandingkan perempuan,
sehingga perempuan merasa tidak harus menguasai pelajaran. Hal ini menimbulkan
motivasi belajar matematika siswa perempuan menjadi rendah. Perempuan merasa
tidak perlu mempelajari matematika karena pelajaran tersebut dikhususkan untuk
laki-laki saja.
2. Perbedaan
kemampuan
Pada umumnya, kemampuan sering
disamaratakan dengan kecerdasan. Dalam konteks perbedaan individual, kecerdasan
merujuk pada kemampuan belajar siswa. Sejak lahir manusia diberi kecerdasan
yang berbeda-beda. Perbedaan kecerdasan tersebut dapat dilihat dari perbedaan
skor IQ yang didapat dari hasil test kecerdasan. Angka yang didapatkan dari
skor menunjukkan tingkatan kemampuan intelejen siswa. Dari penggolongan skor IQ
tersebut, terdapat dua jenis golongan yang perlu mendapat perhatian yaitu gifted
dan retarded.
- Gifted
Siswa yang memiliki skor IQ di atas
130 disebut gifted. Dalam proses pembelajaran khususnya matematika,
siswa yang tergolong gifted ditunjukkan dengan prestasi belajar yang
tinggi. Siswa gifted akan mudah memahami pelajaran yang diberikan bahkan
lebih dahulu mempelajari materi yang belum diajarkan. Mereka dapat mengerjakan
soal-soal sulit yang kebanyakan siswa tidak bisa mengerjakannya. Bahkan
terkadang siswa gifted dapat mengerjakan soal-soal untuk tingkat yang
lebih tinggi.
Karakteristik siswa gifted
yang terlihat dalam proses pembelajaran antara lain prestasinya yang di atas
rata-rata, cara berfikir yang kreatif dan komitmen terhadap tugas yang tinggi.
Pada saat proses belajar-mengajar berlangsung misalnya, saat guru menjelaskan
tentang suatu rumus matematika, siswa pada umumnya akan menelan bulat-bulat
penjelasan yang mereka terima. Namun siswa gifted biasannya akan aktif
bertanya darimana rumus itu berasal, bagaimana mendapatkan penyelesaian masalah
dengan rumus lain dan sebagainya. Begitu pula dalam mengerjakan tugas, ia akan
mengerjakan tugas yang sulit-sulit, sedangkan tugas yang mudah tidak akan
dikerjakannya karena dianggapnya membosankan.
Siswa gifted memiliki
kemungkinan kesulitan bersosialisasi. Akan terjadi kesenjangan sosial antara
anak gifted dan siswa lainya. Ia menganggap siswa lain dengan kemampuan
jauh dibawahnya tidak sebanding dengan dirinya sehingga menarik diri dari
pergaulan. Kemungkinan lainnya yaitu siswa gifted akan menganggap remeh
gurunya karena kemampuannya mungkin melebihi sang guru. Ia menganggap belajar
di dalam kelas membosankan karena materi yang diajarkan terlalu mudah.
- Retarded
Siswa yang tergolong retarded yaitu
yang memiliki IQ dibawah 70. Pada umumnya siswa retarded mendapat perhatian
yang lebih khusus dan terpisah dengan siswa pada umumnya. Oleh Panel Mental
Retardasi, anak retarded terbagi menjadi beberapa klasifikasi yaitu mild (IQ
50-70), moderate (IQ 36-50), severe (IQ 20-36), dan profound (IQ dibawah 20).
Siswa retarded membutuhkan bimbingan
yang lebih khusus untuk belajar. Pengajaran kepada siswa retarded lebih
diutamakan untuk bersosialisasi dan keterampilan yang sesuai dengan bakatnya.
Pembelajaran seperti matematika tidak perlu ditekankan. Hanya untuk siswa
dengan tingkat kecerdasan yang mendekati normal. Sedangkan untuk anak yang
tergolong moderate dan severe retarded lebih ditekankan pada bimbingan untuk
merawat dirinya sendiri.
3. Perbedaan
Kepribadian
Definisi kepribadian menurut
Atkinson dkk adalah pola perilaku dan cara berpikir yang khas, yang menentukan
penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan. Seseorang mempunyai kepribadian
yang berbeda satu dan lainya. Perbedaan kepribadian menyebabkan adanya
perbedaan perilaku dalam proses kegiatan belajar pula. Terdapat berbagai model
untuk menunjukkan perbedaan kepribadian, salah satunya yaitu model big five.
Dalam model big five kepribadian dikelompokkan menjadi lima dimensi.
- Extroversion. Siswa dengan kepribadian ini menyukai belajar dengan berkelompok. Mereka sangat antusias dalam diskusi kelompok. Sedangkan siswa introvert cenderung menyukai belajar seorang diri. Bukan karena menarik diri dari pergaulan, namun siswa tipe ini membutuhkan keadaan yang tenang untuk menyerap materi pelajaran.
- Agreeableness. Siswa jenis ini senang bergaul dengan orang lain dan terbuka dengan pendapat orang lain. Sedangkan disagreeable akan mempertahankan pendapatnya sendiri. Dalam proses belajar matematika siswa disagreeable dapat menunjukkan sikap kritisnya. Misalnya saat mengerjakan soal yang berbentuk pembuktian, jika siswa disagreeable merasa dirinya benar, ia akan mempertahankan jawabannya dengan membuktikan kebenarannya. Siswa ini hanya dapat menerima jawaban lain apabila jawabannya terbukti salah dengan dalil-dalil yang sudah ada. Sedangkan siswa agreeable kemungkinan menerima semua jawaban tanpa mencoba membuktikan dulu apakah jawaban itu benar atau salah.
- Concientiousness. Berkaitan dengan cara seseorang mengontrol, mengatur dan memerintah inpuls. Anak yang conscientious akan menghindari kesalahan, mempunyai tujuan yang jelas dan gigih demi mencapai tujuan yang diinginkannya. Sedangkan unconcientious kurang berambisi, tidak terikat dengan tujuan yang harus dicapai. Siswa conscientious cenderung serius dan bersungguh-sungguh dalam belajar demi mencapai target prestasi yang terbaik. Namun hal ini menyebabkan hubungan dengan sesama temannya terlihat kaku karena terpaku pada belajar saja. Sedangkan siswa unconcientious lebih luwes dalam bergaul namun kurang dapatserius dalam belajar.
- Stabilitas emosional. Neoriticism merujuk pada kecenderungan untuk mengalami emosi negatif. Siswa yang mempunyai neoriticism yang tinggi akan mudah terpancing oleh hal-hal yang kecil. Mereka mudah terganggu pada saat belajar sehingga menyebabkan bad mood dan akhirnya mengganggu proses belajar. Siswa yang tingkat neoriticism nya rendah dapat mengontrol emosi dengan baik sehingga tidak mudah terganggu oleh hal-hal kecil.
- Openness to experience. Kepribadian siswa yang terbuka dengan hal-hal yang baru dan mau mencoba. Berani mengambil resiko demi menjawab keingintahuan mereka. Dalam pembelajaran, siswa dengan tipe ini tidak cepat puas dengan apa yang mereka dapatkan di pelajaran. Siswa akan mencoba soal-soal yang baru, mencari rumus-rumus baru yang berkaitan dengan topic yang sedang mereka pelajari. Sedangkan siswa pada umumnya mugnkin hanya menerima apa yang mereka dapat saja.
4. Perbedaan
Gaya Belajar
Setiap inidividu mempunyai cara
tersendiri dalam memahami sesuatu. Begitu pula cara siswa dalam menyerap materi
pelajaran yang didapatkan dari guru berbeda-beda. Gaya belajar siswa berkaitan
dengan cara belajar yang mereka sukai, atau yang mereka anggap paling efektif.
Gaya belajar siswa juga dapat dipengaruhi bentuk kepribadiannya. Seperti siswa
dengan kepribadian extrovert akan senang dengan pembelajaran yang melibatkan
kelompok. Siswa yang introvert lebih menyukai belajar di tempat yang tenang.
Namun gaya belajar tidak bersifat
statis, artinya dapat berubah-ubah sesuai dengan situasi. Misalnya dalam
pembelajaran matematika yang membutuhkan visualisasi dan praktek dalam
kehiuspan sehari-hari. Siswa yang terbiasa belajar sendiri mungkin akan merasa
kesulitan dalam visualisasi dan membutuhkan bantuan orang lain. Siswa tersebut
mau tidak mau harus bertanya pada siswa lain, dengan begitu akan terciptalah
kelompok diskusi.
b. Upaya menyikapi perbedaan individu
dalam proses pembelajara
Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, di dalam sebuah proses pembelajaran terdapat siswa dengan berbagai
perbedaan individual. Perbedaan itu sangatlah lumrah dan tidak dapat dihindari.
Sebagai seorang pengajar yang baik, guru tidak dapat meniadakan
perbedaan-perbedaan tersebut dengan menganggap semua siswa sama. Oleh karena itu
dibutuhkan upaya dalam menyikapi perbedaan-perbedaan setiap siswa. Upaya
tersebut dapat berupa cara mengajar yang bervariatif.
Untuk menyikapi perbedaan gender
antara siswa laki-laki dan perempuan di kelas, hendaknya guru memberikan
pengertian bahwa pembelajaran khususnya matematika tidak hanya diperuntukkan
untuk laki-laki saja. Guru memberikan kesempatan pada siswa perempuan untuk
dapat lebih aktif dalam pembelajaran. Selain itu membantu siswa yang kurang
memahami pelajaran baik itu siswa laki-laki maupun siswa perempuan.
Menyikapi perbedaan kemampuan siswa
di dalam kelas dapat dengan cara variasi dalam penyampaian materi. Siswa dengan
kecerdasan tinggi dapat menerima materi yang diajarkan dengan cepat. Namun
siswa yang mempunyai kecerdasan rata-rata kebawah mungkin akan membutuhkan
sekali dua kali pengulangan lagi. Siswa gifted membutuhkan perhatian khusus
agar tidak terjadi ketimpangan dengan siswa lainnya. Guru menjelaskan materi
secara umum untuk seluruh siswa. Kemudian guru memberikan soal-soal latihan
bagi siswa-siswa yang dirasa telah jelas dengan materi yang disampaikan.
Setelah itu guru menanyakan lagi kepada siswa lainnya jika ada materi yang
perlu dijelaskan kembali.
Perbedaan kepribadian dan gaya
belajar siswa dapat disikapi dengan variasi metode pengajaran oleh guru. Pada
pertemuan pertama biasanya digunakan guru untuk mengobservasi macam-macam
perilaku siswa ketika di kelas, sehingga guru mempunyai referensi untuk
menentukan metode mengajar yang akan digunakan. Misalnya untuk menyikapi anak extroversion,
guru sesekali mengadakan diskusi kelompok untuk memudahkan belajar siswa
extrovert. Pemberian tugas mandiri atau tugas rumah akan memberi kesempatan
siswa introvert untu lebih memahami materi sendiri.
Menyikapi siswa yang kritis
diperlukan metode pembelajarn yang terbuka. Memberi kesempatan siswa untuk
mencoba dan membuktikan jawaban yang benar atau salah. Guru juga harus memberi
jalan untuk siswa yang mengeksplorasi materi yang diajarkan. Tetapi perlu
diperhatikan agar tidak memaksakan kehendak kepada siswa-siswa karena akan
menjadi beban mereka. Selain itu guru diharapkan dapat memberi motivasi secara
terus menerus kepada siswa untuk dapat berprestasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap manusia dilahirkan setara,
meskipun dengan keragaman identitas yang disandang. Kesetaraan merupakan hal
yang inheren yang dimiliki manusia sejak lahir. Dalam proses pembelajaran
khususnya mata pelajaran matematika, sudah sewajarnya terdapat perbedaan antara
siswa satu dengan yang lain. Tugas seorang guru adalah memenuhi kebutuhan
setiap siswanya. Dengan memahami perbedaan individu yang ada pada
siswa-siswanya, guru dapat mengantisipasi dengan memberikan metode pembelajaran
yang bervariatif sehingga semua siswanya dapat mengikuti pembelajaran
matematika dengan baik.
B. Saran
Kesetaraan Individu melihat individu
sebagai manusia yang berderajad sama dengan meniadakan hierarki atau jenjang
sosoal. Yang menempel pada dirinya berdasarkan atas rasial, suku bangsa,
kebangsaan ataupun kekayaan atau kekuasaan. Oleh karena itu Kesetaraan dalam
derajat kemanusiaan dapat terwujud dalam praktik nyata dengan adanya
pranata-pranata social, terutama pranata hukum, yang merupakan merupakan
mekanisme control yang secara ketat dan adil mendukung dan mendorong
terwujudnya prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan nyata
DAFTAR PUSTAKA
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta:
UNY Press
Amir Al Maruzy. 2010. Karakteristik
dan Perbedaan Individu. (http://edukasi.kompasiana.com/2010/09/01/karakteristik-dan-perbedaan-individu/). Diakses
pada Senin tanggal 24 Desember 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar