Kamis, 09 Maret 2017

Makalah Keragaman Individual dan Perbedaan Perilaku Manusia



DAFTAR ISI
BAB   I   PENDAHULUAN........................................................................................... 1
A.    Latar Belakang Masalah........................................................................................ 1
B.     Perumusan Masalah............................................................................................... 2
C.     Tujuan Penelitian................................................................................................... 2
BAB   II   PEMBAHASAN............................................................................................ 2
A.    Pengertian Keragaman........................................................................................... 2
B.     Pengertian Hakekat Individu................................................................................ 4
C.     Karakteristik Individu........................................................................................... 6
D.    Faktor- Faktor Perbedaan Individual Manusia.................................................... 14
E.     Pandangan Alfred Adler tentang Perilaku  Manusia........................................... 21
F.      Perbedaan Individu............................................................................................. 28
BAB   III   PENUTUP.................................................................................................. 33
A.    Kesimpulan.......................................................................................................... 33
B.     Saran.................................................................................................................... 34
Daftar Pustaka
Makalah Keragaman Individual dan Perbedaan Perilaku Manusia
BAB I
PENDAHULUAN
A.        Latar Belakang Masalah
Keragaman atau kemajemukan merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan dalam kehidupan dimasyarakat. Keragaman merupakan salah satu realitas utama yang dialami masyarakat dan kebudayaan di masa silam, kini diwaktu-waktu  mendatang sebagai fakta, keragaman sering di sikapi secara berbeda . di satu sisi di terima sebagai fakta yang dapat memperkaya kehidupan bersama, tetepi di sisi lain dianggap sebagai faktor penyulit. Kemajemukan bisa mendatangkan konflik yang dapat merugikan masyarakat sendiri jika tidak di kelola dengan baik.
Setiap manusia dilahirkan setara, meskipun dengan keragaman identitas yang disandang. Kesetaraan merupakan hal yang inheren yang dimiliki manusia sejak lahir. Setiap individu memiliki hak-hak dasar yang sama melekat pada dirinya sejak dilahirkan atau disebut dengan hak asasi manusia. Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan dapat terwujud dalam praktik nyata dengan adanya pranata-pranata social, terutama pranata hukum, yang merupakan merupakan mekanisme control yang secara ketat dan adil mendukung dan mendorong terwujudnya prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan nyata. Kesetaraan Individu melihat individu sebagai manusia yang berderajad sama dengan meniadakan hierarki atau jenjang sosoal. Yang menempel pada dirinya berdasarkan atas rasial, suku bangsa, kebangsaan ataupun kekayaan atau kekuasaan.
Dalam pembahasan makalah ini, penulis lebih memusatkan pada keragaman individual, Faktor-faktor apakah yang menentukan perbedaan-perbedaan belajar dan pembelajaran siswa? Pertanyaan ini adalah pertanyaan dari debat psikologi klasik yang sukar terjawab hingga kini. Debat yang berkepanjangan dan tidak pernah selesai dalam sejarah psikologi khususnya psikologi pendidikan, adalah menjawab pertanyaan faktor apakah yang berpengaruh (dominan) dalam menentukan karakteristik manusia: faktor herediter, ataukah faktor lingkungan? Masalah ini biasanya lebih dikenal dengan kontroversi antara dengan  nature dan nurtureNature merupakan sifat-sifat vang berkaitan dengan herediter, dan nurture merupakan sifat-sifat yang berkaitan dengan lingkungan.
B.        Perumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan keragaman
2.      Apa pengertian hakekat individu
3.      Bagaimana Karakteristik individu
4.      Apa saja faktor- faktor perbedaan individual manusia
5.      Bagaimana Pandangan Alfred Adler tentang Perilaku  Manusia      
6.      Apa Perbedaan Individu
C.        Tujuan Penulisan
  1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan keragaman.
  2. Untuk mengetahui pengertian hakekat individu.
  3. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik individu.
  4. Untuk mengetahui Apa saja faktor- faktor perbedaan individual manusia
  5. Untuk mengetahui Bagaimana Pandangan Alfred Adler tentang Perilaku  Manusia
BAB II
PEMBAHASAN
A.        Pengertian Keragaman
Keragaman berasal dari kata ragam yang menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) artinya : tingkah laku, macam jenis, lagu musik : langgam, warna :corak : ragi, laras (tata bahasa). Keragaman manusia bukan berarti manusia itu bermacam-macam atau berjenis-jenis seperti halnya binatang dan tumbuhan. Manusia sebagai makhluk Tuhan tetaplah berjenis satu. Keragaman manusia dimaksudkan bahwa setiap manusia memiliki perbedaan. Perbedaan itu ada karena manusia adalah makhluk individu yang setiap individu memiliki cirri-ciri khas tersendiri. Perbedaan itu terutama ditinjau dari sifat-sifat pribadi, misalnya sikap, watak, kelakuan, temperamen, dan hasrat. Contoh, sebagai mahasiswa baru kita akan menjumpai teman-teman mahasiswa lain dengan sifat dan watak yang beragam.
Dalam kehidupan sehari-hari kita akan menemukan keragaman  sifat dan ciri-ciri khas dari setiap orang yang kita jumpai. Jadi manusia sebagai pribadi adalah unik dan beragam. Selain makhluk individu, manusia juga makhluk sosial yang membentuk kelompok persekutuan hidup. Tiap kelompok persekutuan hidup manusia juga beragam. Masyarakat sebagai persekutuan itu berbeda dan beragam karena ada perbedaan, misalnya dalam hal ras, suku, agama, budaya, ekonomi, status sosial, jenis kelamin, daerah tempat tinggal dan lain-lain. Hal demikian adalah sebagai unsur-unsur yang membentuk keragaman dalam masyarakat. Keragaman manusia baik dalam tingkat individu dan tingkat masyarakat merupakan tingkat realitas atau kenyataan yang harus kita hadapi dan alami. Keragaman individu maupun sosial adalah implikasi dari kedudukan manusia, baik sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Kita sebagai individu akan berbeda dengan seseorang sebagai individu yang lain.
Demikian pula kita sebagai bagian dari satu masyarakat memiliki perbedaan dengan masyarakat lainnya. Keragaman manusia sudah menjadi fakta social dan fakta sejarah kehidupan, sehingga pernah muncul penindasan, perendahan, penghancuran dan penghapusan rasa atau etnis tertentu. Dalam sejarah kehidupan manusia pernah tumbuh ideology atau pemahaman bahwa orang berkulit hitam adalah berbeda, mereka lebih rendah dari yang berkulit putih. Contohnya di Indonesia, etnis Tionghoa memperoleh perlakuan diskriminatif, baik secara sosial dan politik dari suku-suku lain di Indonesia. Dan ternyata semua yang telah terjadi adalah kekeliruan, karena perlakuan merendahkan martabat orang atau bangsa lain adalah tindakan tidak masuk akal dan menyesatkan, sementara semua orang dan semua bangsa adalah sama dan sederajat. Sehingga keragaman yang dimaksud disini adalah suatu kondisi masyarakat dimana terdapat perbedaan-perbedaan dalam berbagai bidang, terutama suku bangsa dan ras, agama dan keyakinan, ideologi, adat kesopanan serta situasi ekonomi.
Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk dan dinamis, antara lain ditandai oleh keragaman suku bangsa, agama, dan kebudayaan. Sebagaimana diketahui bahwa bangsa Indonesia memiliki keragaman suku bangsa yang begitu banyak, terdiri dari berbagai suku bangsa, mulai dari sabang hingga Merauke, ada suku Batak, suku Minang, suku Ambon, suku Madura, suku Jawa, suku Asmat, dan masih banyak lainnya. Konsep keragaman mengandaikan adanya hal-hal  yang lebih dari satu, keragaman menunjukan bahwa keberadaan yang lebih dari satu itu berbeda-beda, heterogen bahkan tidak bisa disamakan. Keragaman Indonesia terlihat dengan jelas pada aspek-aspek geografis, etnis, sosiokultural dan agama serta kepercayaan.



B.        Pengertian Hakekat Individu
Manusia, mahluk dan individu secara etimologi diartikan sebagai berikut:
1.      Manusia berarti mahluk yang berakal budi dan mampu menguasai mahluk lain.
2.      Mahluk yaitu sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan.
3.      Individu mengandung arti orang seorang, pribadi, organisme yang hidupnya berdiri sendiri. Secara fisiologis ia bersifat bebas, tidak mempunyai hubungan organik dengan sesama.
Kata manusia berasal dari kata manu (Sansekerta) atau mens(Latin) yang berarti berpikir, berakal budi, atau homo (Latin) yang berarti manusia. Istilah individu berasal dari bahasa Latin, yaitu individum, yang artinya sesuatu yang tidak dapat dibagi-bagi lagi atau suatu kesatuan yang terkecil dan terbatas.
Secara kodrati, manusia merupakan mahluk monodualis. Artinya selain sebagai mahluk individu, manusia berperan juga sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk individu, manusia merupakan mahluk ciptaan Tuhan yang terdiri atas unsur jasmani (raga) dan rohani (jiwa) yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Jiwa dan raga inilah yang membentuk individu.Manusia juga diberi kemampuan (akal, pikiran, dan perasaan) sehingga sanggup berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya. Disadari atau tidak, setiap manusia senantiasa akan berusaha mengembangkan kemampuan pribadinya guna memenuhi hakikat individualitasnya (dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya). Hal terpenting yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya adalah bahwa manusia dilengkapi dengan akal pikiran, perasaan dan keyakinan untuk mempertinggi kualitas hidupnya. Manusia adalah ciptaan Tuhan dengan derajat paling tinggi di antara ciptaan-ciptaan yang lain.
Dalam keadaan status manusia sebagai mahluk individu, segala sesuatu yang menyangkut pribadinya sangat ditentukan oleh dirinya sendiri, sedangkan orang lain lebih banyak berfungsi sebagai pendukung. Kesuksesan seseorang misalnya sangat tergantung kepada niat, semangat, dan usahanya yang disertai dengan doa kepada Tuhan secara pribadi. Demikian juga mengenai baik atau buruknya seseorang di hadapan Tuhan dan dihadapan sesama manusia, itu semua sangat dipengaruhi oleh sikap dan perilaku manusia itu sendiri. Jika iman dan takwanya mantap maka dihadapan Tuhan menjadi baik, tetapi jika sebaliknya, maka dihadapan Tuhan menjadi jelek. Jika sikap dan perilaku individunya baik terhadap orang lain, tentu orang lain akan baik pula terhadap orang tersebut.
Konsekuensi (akibat) lainnya, masing-masing individu juga harus mempertanggung jawabkan segala perilakunya secara moral kepada dirinya sendiri dan kepada Tuhan. Jika perilaku individu itu baik dan benar maka akan dinikmati akibatnya, tetapi jika sebaliknya, akan diderita akibatnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia sebagai individu yang sudah dewasa memiliki konsekuensi tertentu, antara lain:
  1. Merawat diri bersih, rapi, sehat dan kuat
  2. Hidup mandiri
  3. Berkepribadian baik dan luhur
  4. Mempertanggungjawabkan perbuatannya
Supaya konsekuensi tersebut di atas dapat direalisasikan dalam suatu kenyataan, maka masing-masing individu harus senantiasa:
  1. Selalu bersih, rapi, sehat, dan kuat
  2. Berhati nurani yang bersih
  3. Memiliki semangat hidup yang tinggi
  4. Memiliki prinsip hidup yang tangguh
  5. Memiliki cita-cita yang tinggi
  6. Kreatif dan gesit dalam memanfaatkan potensi alam
  7. Berjiwa besar dan penuh optimis
  8. Mengembangkan rasa perikemanusiaan
  9. Selalu berniat baik dalam hati
  10. Menghindari sikap statis, pesimis, pasif, maupun egois
Manusia berperan sebagai mahluk individu dan mahluk sosial yang dapat dibedakan melalui hak dan kewajibannya. Namun keduanya tidak dapat dipisahkan karena manusia merupakan bagian dari masyarakat. Hubungan manusia sebagai individu dengan masyarakatnya terjalin dalam keselarasan, keserasian, dan keseimbangan. Oleh karena itu harkat dan martabat setiap individu diakui secara penuh dalam mencapai kebahagiaan bersama.
Masyarakat merupakan wadah bagi para individu untuk mengadakan interaksi sosial dan interelasi sosial. Interaksi merupakan aktivitas timbal balik antarindividu dalam suatu pergaulan hidup bersama. Interaksi dimaksud, berproses sesuai dengan perkembangan jiwa dan fisik manusia masing-masing serta sesuai dengan masanya. Pada masa bayi, mereka berinteraksi dengan keluarganya melalui berbagai kasih sayang. Ketika sudah bisa berbicara dan berjalan, interaksi mereka meningkat lebih luas lagi dengan teman-teman sebayanya melalui berbagai permainan anak-anak atau aktivitas lainnya. Proses interaksi mereka terus berlanjut sesuai dengan lingkungan dan tingkat usianya, dari mulai interaksi non formal seperti berteman dan bermasyarakat sampai interaksi formal seperti berorganisasi, dan lain-lain.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi manusia hidup bermasyarakat, yaitu:
  1. Faktor alamiah atau kodrat Tuhan
  2. Faktor saling memenuhi kebutuhan
  3. Faktor saling ketergantungan
Keberadaan semua faktor tersebut dapat diterima oleh akal sehat setiap manusia, sehingga manusia itu benar-benar bermasyarakat, sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu Khaldun bahwa hidup bermasyarakat itu bukan hanya sekedar kodrat Tuhan melainkan juga merupakan suatu kebutuhan bagi jenis manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
C.        Karakteristik Individu
Setiap individu mempunyai karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang dipengaruhi oleh lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan karakteristik keturunan yang dibawa sejak ia lahir baik yang berhubungan dengan faktor biologis maupun sosial psikologis. Keyakinan masa lalu mengatakan bahwa kepribadian terbawa pembawaan dan lingkungan; merupakan dua faktor yang terbentuk karena dua faktor yang terpisah, masing-masing mempengaruhi kepribadian dan kemampuan individu bawaan dan lingkungan dengan caranya masing-masing. Namun setelah disadari bahwa apa yang dipikirkan dan dikerjakan oleh seseorang atau apa yang dirasakan oleh siapapun merupakan hasil dari perpaduan dari apa yang ada di antara faktor-faktor biologis yang diturunkan dan pengaruh lingkungan.
Seorang anak memulai pendidikan formalnya di tingkat TK kira-kira pada usia 4-6 tahun. Tanpa memperdulikan berapa umur anak, karakteristik pribadi dan kebiasaan-kebiasaan yang dibawa ke sekolah akhirnya terbentuk oleh pengaruh lingkungan dan hal itu tampak sebagai pengaruh penting terhadap keberhasilannya di sekolah dan masa perkembangan hidupnya di kemudian hari.
Nature dan nurture merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan karakteristik individu dalam hal fisik, mental, dan emosional pada setiap tingkat perkembangan. Karakteristik yang berhubungan dengan perkembangan faktor biologis cenderung lebih bersifat tetap, sedang karakteristik yang berkaitan dengan sosial psikologis lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Seorang bayi merupakan pertemuan antara dua garis keluarga, yaitu keluarga ayah dan ibu. Saat terjadinya pembuahan atau konsepsi kehidupan yang baru itu secara berkesinambungan dipengaruhi oleh banyak faktor lingkungan yang membantu mengembangkan potensi-potensi biologis demi terbentuknya tingkah laku manusia yang dibawa sejak lahir. Hal tersebut bisa membentuk pola karakteristik tingkah laku yang dapat mewujudkan seseorang sebagai individu yang berkarakteristik bebrbeda dengan individu-individu yang lainnya.
a.         Hakekat Keragaman dan Keseteraan Manusia
Sudah menjadi fakta social dan fakta sejarah kehidupan. Sehingga pernah muncul penindasan, perendahan, penghancuran dan penghapusan rasa atau etnis tertentu. Dalam sejarah kehidupan manusia pernah tumbuh ideology atau pemahaman bahwa orang berkulit hitam adalah berbeda, mereka lebih rendah dan dari yang berkulit putih. Contohnya di Indonesia, etnis Tionghoa memperoleh perlakuan diskriminatif, baik secara social dan politik dari suku-suku lain di Indonesia. Dan ternyata semua yang telah terjadi adalah kekeliruan, karena perlakuan merendahkan martabat orang atau bangsa lain adalah tindakan tidak masuk akal dan menyesatkan, sementara semua orang dan semua bangsa adalah sama dan sederajat.
Martin Buber (1985) menjelaskan pada pendekatan “saya-engkau” bahwa manusia menjadi memahami identitasnya ketika berhadapan dengan Tuhan sebagai Engkau, bahwa manusia itu lemah dihadapan Tuhan. Dengan kata lain, keberadaan manusia satu dengan yang lain menjadi setara, karena mereka adalah sama-sama ciptaan Tuhan. Seringkali manusia tidak mampu mentransformasikan kontradiksi di dalam dirinya bahwa dirinya adalah menjadi dirinya sendiri ketika berhadapan dengan orang lain yang sama. Kontradiksi dalam pikiran, perkataan, dan tindakan inilah yang melahirkan konflik antar orang. Seharusnya hubungan manusia dengan Tuhan yang bertujuan memulihkan jiwanya menjadi manusia utuh, menjadi sumber dan kerangka membangun hubungan antar manusia. Melalui relasi tersebut, manusia yang utuh membagi makna absolute yang tidak akan dipahami melalui diri sendiri.
Perspektif HAM yang sejalan dengan perspektif agama, merupakan dasar secara hukum, politik, social budaya, ekonomi, dan moral mengenai pernyataan bahwa pada dasarnya adalah setara dan sederajat, walau ada perbedaan di antara mereka. Dokumen HAM merupakan dasar yang diakui oleh hampir semua bangsa di dunia bahwa –tidak ada pengecualian- semua manusia adalah sama dan sederajat. Oleh karena itu segala bentukbentuk perendahan, penindasan, dan tindakan lain yang bertujuan mendeskriminasi perlu dihilangkan dan dilawan.
Dari uraian diatas secara jelas menyebutkan bahwa manusia pada hakekatnya adalah sama dan sederajat. Perbedaan secara fisik tidak dapat menjadi dasar atau legitimasi bagi munculnya tindakan yang bertujuan meniadakan keberadaan orang lain. Sebab, dengan bertindak meniadakan atau menghancurkaan orang lain, sebetulnya pada saat yang sama sedang terjadi pengingkaran terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk yang juga berharga. Justru keragaman itu menjadi penanda bahwa seharusnya dalam kehidupan bersama satu sama lain bisa saling melengkapi. Seperti mozaik yang terdiri dari banyak macam kaca dan bisa membentuk sebuah gambar yang bagus, demikian juga keragaman seharusnya saling mengisi untuk membentuk sebuah kehidupan masyarakat yang penuh keindahan dan harmoni.
b.         Macam-macam keragaman individual manusia
Berhadapan dengan peserta didik yang memiliki kecepatan belajar dan memiliki ciri-ciri kepribadian yang positif, guru mungkin akan menganggap seolah-olah tidak ada hambatan. Namun ketika berhadapan dengan peserta didik yang lambat dalam belajar atau ciri-ciri kepribadian yang negatif, adakalanya guru dibuat frustrasi. Ujung-ujungnya dia langsung saja akan menyimpulkan bahwa peserta didiklah yang salah. Peserta didik dianggap kurang rajin, bodoh, malas, kurang sungguh-sungguh dan sebagainya.
Jika saja guru tersebut dapat memahami tentang keragaman individu, belum tentu dia akan langsung menarik kesimpulan bahwa peserta didiklah yang salah. Terlebih dahulu mungkin dia akan mempelajari latar belakang sosio-psikologis peserta didiknya, sehingga akan diketahui secara akurat kenapa peserta didik itu lambat dalam belajar, selanjutnya dia berusaha untuk menemukan solusinya dan menetukan tindakan apa yang paling mungkin bisa dilakukan agar peserta didik tersebut dapat mengembangkan perilaku dan pribadinya secara optimal.
Membicarakan tentang keragaman individu secara luas dan mendalam sebetulnya sudah merupakan kajian tersendiri yaitu dalam bidang Psikologi Diferensial. Untuk kepentingan pengetahuan guru dalam memahami peserta didiknya, di bawah ini akan diuraikan dua jenis keragaman individu yaitu keragaman dalam kecakapan dan kepribadian.
c.         Keragaman Individu dalam Kecakapan
Kecakapan individu dapat dibagi dalam dua bagian yaitu kecakapan nyata (actual ability) dan kecakapan potensial (potential ability). Kecakapan nyata (actual ability) yaitu kecakapan yang diperoleh melalui belajar (achivement atau prestasi), yang dapat segera didemonstrasikan dan diuji sekarang. Misalkan, setelah selesai mengikuti proses perkuliahan (kegiatan tatap muka di kelas), pada akhir perkuliahan mahasiswa diuji oleh dosen tentang materi yang disampaikannya (tes formatif). Ketika mahasiswa mampu menjawab dengan baik tentang pertanyaan dosen, maka kemampuan tersebut merupakan atau kecakapan nyata (achievement).
Sedangkan kecakapan potensial merupakan aspek kecakapan yang masih terkandung dalam diri individu dan diperoleh dari faktor keturunan (herediter). Kecakapan potensial dapat dibagi ke dalam dua bagian yaitu kecakapan dasar umum (inteligensi atau kecerdasan) dan kecakapan dasar khusus (bakat atau aptitudes).C.P. Chaplin (1975) memberikan pengertian inteligensi sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif.
Selanjutnya, Thurstone (1938) mengemukakan teori “Primary Mental Abilities”, bahwa inteligensi merupakan penjelmaan dari kemampuan primer, yaitu :

1)      kemampuan berbahasa (verbal comprehension);
2)      kemampuan mengingat (memory);
3)      kemampuan nalar atau berfikir (reasoning);
4)      kemampuan tilikan ruangan (spatial factor);
5)      kemampuan bilangan (numerical ability);
6)      kemampuan menggunakan kata-kata (word fluency); dan
7)      kemampuan mengamati dengan cepat dan cermat (perceptual speed).
Sementara itu, J.P. Guilford mengemukakan bahwa inteligensi dapat dilihat dari tiga kategori dasar atau “faces of intellect”, yaitu:
  1. Operasi Mental (Proses Befikir)
1)      Cognition (menyimpan informasi yang lama dan menemukan informasi yang baru).
2)      Memory Retention (ingatan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari).
3)      Memory Recording (ingatan yang segera).
4)      Divergent Production (berfikir melebar=banyak kemungkinan jawaban/ alternatif).
5)      Convergent Production (berfikir memusat= hanya satu kemungkinan jawaban/alternatif).
6)      Evaluation (mengambil keputusan tentang apakah suatu itu baik, akurat, atau memadai).
2.      Content (Isi yang Dipikirkan)
1)      Visual (bentuk konkret atau gambaran).
2)      Word Meaning (semantic).
3)      Symbolic (informasi dalam bentuk lambang, kata-kata atau angka dan notasi musik).
4)      Behavioral (interaksi non verbal yang diperoleh melalui penginderaan, ekspresi muka atau suara).
3.      Product (Hasil Berfikir)
1)      Unit (item tunggal informasi).
2)      Kelas (kelompok item yang memiliki sifat-sifat yang sama).
3)      Relasi (keterkaitan antar informasi).
4)      Sistem (kompleksitas bagian saling berhubungan).
5)      Transformasi (perubahan, modifikasi, atau redefinisi informasi).
6)      Implikasi (informasi yang merupakan saran dari informasi item lain).
Belakangan ini banyak orang menggugat tentang kecerdasan intelektual (unidimensional), yang konon dianggap sebagai anugerah yang dapat mengantarkan kesuksesan hidup seseorang. Pertanyaan muncul, bagaimana dengan tokoh-tokoh dunia, seperti Mozart dan Bethoven dengan karya-karya musiknya yang mengagumkan, atau Maradona dan Pele sang legenda sepakbola dunia. Apakah mereka termasuk juga orang-orang yang genius atau cerdas ? Dalam teori kecerdasan tunggal (uni-dimensional), kemampuan mereka yang demikian hebat ternyata tidak terakomodasikan. Maka muncullah, teori inteligensi yang berusaha mengakomodir kemampuan-kemampuan individu yang tidak hanya berkenaan dengan aspek intelektual saja. Dalam hal ini, Howard Gardner (1993), mengemukakan teori Multiple Inteligence, dengan aspek-aspeknya sebagai tampak dalam tabel di bawah ini :



INTELIGENSI
KEMAMPUAN INTI
1. Logical – Mathematical
Kepekaan dan kemampuan untuk mengamati pola-pola logis dan bilangan serta kemampuan untuk berfikir rasional.
2. Linguistic
Kepekaan terhadap suara, ritme, makna kata-kata, dan keragaman fungsi-fungsi bahasa.
3. Musical
Kemampuan untuk menghasilkan dan mengapresiasikan ritme. Nada dan bentuk-bentuk ekspresi musik.
4. Spatial
Kemampuan mempersepsi dunia ruang-visual secara akurat dan melakukan tranformasi persepsi tersebut.
5. Bodily Kinesthetic
Kemampuan untuk mengontrol gerakan tubuh dan mengenai objek-objek secara terampil.
6. Interpersonal
Kemampuan untuk mengamati dan merespons suasana hati, temperamen, dan motivasi orang lain.
7. Intrapersonal
Kemampuan untuk memahami perasaan, kekuatan dan kelemahan serta inteligensi sendiri.


d.         Keragaman Individu dalam Kepribadian
Para ahli tampaknya masih sangat beragam dalam memberikan rumusan tentang kepribadian, tergantung sudut pandang masing-masing. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider (1964) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya: teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, teori Analitik dari Carl Gustav Jung, teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi dari Murray, teori Medan dari Kurt Lewin, teori Psikologi Individual dari Allport, teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya.
Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang didalamnya mencakup :
1)      Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
2)      Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
3)      Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen
4)      Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa.
5)      Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
6)      Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti : sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Setiap individu memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai dari yang menunjukkan ciri-ciri kepribadian yang sehat sampai dengan ciri-ciri kepribadian yang tidak sehat. Dalam hal ini, Elizabeth Hurlock (Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang sehat atau tidak sehat, sebagai berikut :

KEPRIBADIAN YANG SEHAT
KEPRIBADIAN YANG TIDAK SEHAT
Mampu menilai diri sendiri secara realistik
§  Mampu menilai situasi secara realistik
§  Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik
§  Menerima tanggung jawab
§  Kemandirian
§  Dapat mengontrol emosi
§  Berorientasi tujuan
§  Berorientasi keluar (ekstrovert)
§  Penerimaan sosial
§  Memiliki filsafat hidup
§   Berbahagia
§  Mudah marah
§ Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
§  Sering merasa tertekan (stress atau depresi)
§  Bersikap kejam
§  Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang
§  Kebiasaan berbohong
§  Hiperaktif
§  Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas
§  Senang mengkritik/ mencemooh
10. Sulit tidur
11. Kurang rasa tanggung jawab
12. Sering mengalami pusing kepala
13. Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama
14. Pesimis
15. Kurang bergairah
Berdasarkan uraian diatas kita dapat memahami bahwa ketika seorang guru berhadapan dengan peserta didiknya di kelas, dia dihadapkan dengan sejumlah keragaman kecakapan dan kepribadian yang dimiliki para peserta didiknya. Oleh karena itu, seyogyanya guru dapat memperlakukan peserta didik dan mengembangkan strategi pembelajaran, dengan memperhatikan aspek perbedaan atau keragaman kecakapan dan kepribadian yang dimiliki peserta didiknya. Sehingga peserta didik dapat mengembangkan diri sesuai dengan kecepatan belajar dan karakteristik perilaku dan kepribadiannya masing-masing.
D.        Faktor- Faktor Perbedaan Individual Manusia
Telah kita ketahui bahwa perbedaan–perbedaan antara satu dengan yang lainnya dan juga kesamaan-kesamaan diantara mereka merupakan cirri-ciri dari semua pelajaran pada suatu tingkatan belajar. Sebab-sebab dan pengaruh perbedaan individu ini dan sejauh mana tingkat tujuan pendidikan, isi dan tekhnik-tekhnik pendidikan di tetapkan, hendaknya di sesuaikan dengan perbedaan-perbedaan tersebut. Antara lain perbedaan tersebut seperti:
1.      Perbedaan Kognitif
Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Setiap orang memiliki persepsi tentang hasil pengamatan atau penyerapan atas suatu obyek. Yang berarti ia menguasai segala segala sesuatu yang di ketahui, dalam arti dirinya terbentuk suatu persepsi, dan pengetahuan itu diorganisasikan secara sistematik untuk menjadi miliknya.
2.      Perbedaan Kecakapan Berbahasa
Bahasa merupakan salah satu kemampuan individu yang sangat penting dalam kehidupan. Kemampuan tiap individu dalam berbahasa berbeda-beda. Kemampuan berbahasa merupakan kemampuan seseorang untuk menyatakan pemikirannya dalam bentuk ungkapan kata dan kalimat yang penuh makna, logis, dan sistematik. Kemampuan berbahasa sangat di pengaruhi oleh faktor kecerdasan dan faktor lingkungan serta faktor fisik( organ bicara).
3.      Perbedaan Kecakapan Motorik
Kecakapan motorik atau kemampuan psiko-motorik merupakan kemampuan untuk melakukan koordinasi gerakan syarat motorik yang dilakukan oleh syaraf pusat untuk melakukan kegiatan.
4.      Perbedaan Latar Belakang
Perbedaan latar belakang dan pengalaman mereka masing-masing dapat memperlancar atau memperhambat prestasinya, terlepas dari potensi untuk menguasai bahan.
5.      Perbedaan Bakat
Bakat merupakan kemampuan khusus yang dibawa sejak lahir. Kemampuan tersebut akan berkebang dengan baik apabila mendapatkan rangsangan dan pemupukan secara tepat sebaliknya bakat tidak berkembang sama, maka lingkungan tidak memberikan kesempatan untuk berkembang., dalam arti ada rangsangan dan pemupukan yang menyentuhnya.
6.      Perbedaan Kesiapan Belajar
Perbedaan latar belakang, yang meliputi perbedaan sosio-ekonomi, sosio-cultural, amat penting artinya bagi perkembangan anak. Akibatnya anak-anak pada umur yang sama tidak selalu berada pada tingkat persiapan yang sama dalam menerima pengaruh dari luar yang lebih luas.
7.      Perbedaan Jenis Kelamin dan Gender
Istilah jenis kelamin dan gender sering dipertukarkan dan dianggap sama. Jenis kelamin merujuk kepada perbedaan biologis dari laki-laki dan perempuan, sementara gender merupakan aspek psikososial dari laki-laki dan perempuan berupa perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dibangun secara sosial budaya. Perbedaan gender termasuk dalam hal peran, tingkah laku, kecenderungan, sifat, dan atribut lain yang menjelaskan arti menjadi seorang laki-laki atau perempuan dalam kebudayaan yang ada.
8.      Perbedaan Kepribadian
Kepribadian adalah pola perilaku dan cara berpikir yang khas yang menetukan penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan
9.      Perbedaan Gaya Belajar
Gaya belajar adalah pola perilaku spesifik dalam menerima informasi baru dan mengembangkan ketrampilan baru, serta proses menyimpan informasi atau ketrampilan baru (Sarasin, 1999). Menurut Horne (2005) terdapat beberapa model atau pendektan gaya belajar:
  1. Modalitas belajar
  2. Belajar dengan otak kiri otak kanan
  3. Belajar social
  4. Lingkungan belajar
  5. Emosi belajar
  6. Belajar kongkrit dan abstrak
  7. Belajar global dan analitik
  8. Multiple intelligence
a.         Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Keragaman Kecakapan dan Kepribadian
Timbulnya keragaman dalam kepribadian dipengaruhi oleh bebagai faktor. Kendati demikian, Kecakapan maupun kepribadian individu dipengaruhi oleh hereditas dan pengalamannya melalui interaksi dengan lingkungan. Berikut bukti saling mempengaruhi antara hereditas dan lingkungan yang dikemukakan oleh Woodworth sebagai berikut :
  1. Eksperimen dengan anak kembar yang dibesarkan di lingkungan keluarga dan sekolah berbeda.
  2. Eksperimen dengan menciptakan lingkungan hidup yang sama dalam suatu asrama terhadap sejumlah anak yang berbeda pembawaannya.
  3. Adanya hibrida (tongki,blaster) menunjukan bahwa gen itu berpengaruh begitu juga himar.
  4. Adanya gigantisme pertumbuhan tubuh luar biasa cepatnya, termasuk juga cretinisme menunjukan pengaruh lingkungan yang kelebihan atau kekurangan zat tertentu.
Menurut Baharuddin dalam (Ngalim Purwanto,1984:163) Secara umum dapat dikemukakan bahwa faktor- faktor yang memengaruhi kepribadian itu dapat terperinci menjadi tiga golongan besar , yaitu:
v  Faktor biologis
Faktor ini berhubungan dengan keadaan jasmani, dan sering disebut faktor fisiologis. Faktor ini disebutkan bahwa konstitusi tubuh itu  meliputi pencernaan, peredaran darah, kelenjar- kelenjar, urat saraf, dan sebagainya dan pembawaan sejak lahir atau berdasarkan keturunan yang bersifat kodrati, seperti: konstitusi dan struktur fisik, kecakapan potensial (bakat dan kecerdasan).
Setiap individu sejak dilahirkan telah menunjukkan adanya perbedaan dalam konstitusi tubuhnya, baik dari keturunan atau pembawaan individu (anak) itu sendiri.Yang jelas, konstitusi tubuh individu itu sangat memengaruhi kepribadian individu. Namun dalam perkembangan dan pembentukan kepribadian selanjutnya, faktor- faktor lain seperti lingkungan dan pendidikan tidak dapat dimungkiri peranan dan pengaruhnya.bahwa faktor keturunan memegang peranan penting bagi perilaku dan pribadi individu. Beberapa asas tentang keturunan di bawah ini akan memberikan gambaran pembanding kepada kita tentang apa-apa yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya :
1.      Asas Reproduksi
Menurut asas ini bahwa kecakapan (achievement) dari masing-masing ayah atau ibunya tidak dapat diturunkan kepada anak-anaknya. Sifat-sifat atau ciri-ciri perilaku yang diturunkan orang tua kepada anaknya hanyalah bersifat reproduksi, yaitu memunculkan kembali mengenai apa yang sudah ada pada hasil perpaduan benih saja, dan bukan didasarkan pada perilaku orang tua yang diperolehnya melalui hasil belajar atau hasil berinteraksi dengan lingkungannya.
2.      Asas Variasi
Bahwa penurunan sifat pembawaan dari orang tua kepada anak-anaknya akan bervariasi, baik mengenai kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini disebabkan karena pada waktu terjadinya pembuahan komposisi gen berbeda-beda, baik yang berasal dari ayah maupun ibu. Oleh karena itu, akan didapati beberapa perbedaan sifat dan ciri-ciri perilaku individu dari orang yang bersaudara, walaupun berasal dari ayah dan ibu yang sama, sehingga mungkin saja kakaknya lebih banyak menyerupai sifat dan ciri-ciri perilaku ayahnya sedangkan adiknya lebih banyak menyerupai sifat dan ciri-ciri perilaku ibunya atau sebaliknya.
3.      Asas Regresi Filial
Terjadi pensurutan sifat atau ciri perilaku dari kedua orangtua pada anaknya yang disebabkan oleh gaya tarik-menarik dalam perpaduan pembawaan ayah dan ibunya, sehingga akan didapati sebagian kecil dari sifat-sifat ayahnya dan sebagian kecil pula dari sifat-sifat ibunya. Sedangkan perbandingannya mana yang lebih besar antara sifat-sifat ayah dan ibunya ini sangat tergantung kepada daya kekuatan tarik menarik dari pada masing-masing sifat keturunan tersebut.
4.      Asas Jenis Menyilang
Menurut asas ini bahwa apa yang diturunkan oleh masing-masing orang tua kepada anak-anaknya mempunyai sasaran menyilang jenis. Seorang anak perempuan akan lebih banyak memilki sifat-sifat dan tingkah laku ayahnya, sedangkan bagi anak laki-laki akan lebih banyak memilki sifat pada ibunya.
5.      Asas konformitas
Berdasarkan asas konformitas ini bahwa seorang anak akan lebih banyak memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri tingkah laku yang diturunkan oleh kelompok rasnya atau suku bangsanya.Misalnya, orang Eropa akan menyerupai sifat-sifat dan ciri-ciri tingkah laku seperti orang-orang Eropa lainnya dibandingkan dengan orang-orang Asia.
v  Faktor social
Faktor sosial yang dimaksud adalah masyarakat disekitar individu yang memengaruhi individu tersebut.Yang termasuk dalam faktor ini adalah tradisi- tradisi, adat istiadat, dan peraturan- peraturan yang berlaku dalam masyarakat.
Dalam perkembangan individu (anak) pada masa bayi dan kanak- kanak, peranan keluarga (ayah dan ibu) sangat menentukan bagi kepribadian individu itu selanjutnya.Begitu pula kebiasaan- kebiasaan yang berlaku dalam keluarga.Keluarga yang berpendidikan berbeda pengaruhnya dengan keluarga yang kurang atau malah tidak berpendidikan.Baharuddin dalam (Ahmad Musa, 1969:94) Memang pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak sejak kecil sangat mendalam dan menentukan perkembangan kepribadian anak selanjutnya. Hal ini disebabkan karena:
  1. Pengaruh itu merupakan pengalaman yang pertama- tama.
  2. Pengaruh yang diterima anak itu masih terbatas jumla dan luasnya.
  3. Intensitas pengaruh itu tinggi karena berlangsung terus-menerus siang dan malam.
  4. Umumnya pengaruh itu diterima dalam suasana aman dan bersifat intim dan bernada emosional.
Pada masa selanjutnya, pengaruh lingkungan sosial yang diterima anak semakin besar dan luas pada anggota- anggota keluarga yang lain, teman- teman sepermainan, tetangganya, lingkungan desa- kota, lingkungan sekolahnya, dan sebagainya. Keberadaan kelompok dalam masyarakat merupakan suatu hal penting dalam perkembangan kepribadian seseorang, karena kelompok- kelompok ini merupakan model untuk gagasan atau norma-norma perilaku seseorang. Kelompok semacam itu disebut kelompok acuan (reference group). Mula-mula kelompok keluarga adalah kelompok yang terpenting, karena kelompok ini merupakan kelompok satu-satunya yang dimiliki bayi selama masa-masa yang paling peka. Maka pengaruh lingkungan sosial terhadap perkembangan dan pertumbuhan kepribadian yang diterima oleh individu (manusia) dalam hidup dan kehidupannya sehari- hari, sejak kecil sampai dewasa.
v  Faktor Kebudayaan
Faktor kebudayaan disini adalah kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah- tengah masyarakat. Dalam faktor ini kita akan membicarakan kebudayaan dalam scopeyang lebih luas, lengkap dengan aspek- aspeknya.
Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada masing- masing individu tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat dimana individu itu berada dan dibesarkan.Di Negera kita, dapat diketahui di mana kehidupan masyarakat di pedalaman Irian Baratberbeda dengan kehidupan masyarakat Indonesia lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa cara- cara hidup, adat istiadat, kebiasaan, bahasa, dan sebagainya dari satu daerah/ Negara dan masyarakat tertentu, berbeda dengan daerah / Negara dan masyarakat yang lain.
Adapun beberapa aspek kebudayaan yang sangat memengaruhi perkembangan dan pembentukkan kepribadian  yaitu, antara lain:
1.      Nilai- nilai (value)
Pada setiap kebudayaan terdapat nilai- nilai yang dijunjung tinggi oleh individu yang hidup dalam kebudayaan itu. Menaati nilai- nilai yang hidup dalam kebudayaan itu menjadi idaman dan kewajiban bagi setiap anggota  masyarakat kebudayaan tersebut.Sementara itu, nilai- nilai hidup yang berlaku dalam masyarakat sangat erat hubungaannya dengan kepercayaan, agama, istiadat, kebiasaan dan tradisi yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, lingkungan masyarakat itu sendiri, seperti masyarakat desa, masyarakat kota, dan lainnya, sama sekali tidak disangsikan peranannya dalam membentuk kepribadian seorang individu.
2.      Pengetahuan dan keterampilan
Pengetahuan yang dimiliki setiap individu juga memengaruhi sikap dan tindakannya namun pengetahuan yang dimiliki tidaklah sama kadarnya antar individu. Begitu juga jenis pengetahuan yang dimiliki tidaklah sama. Ada yang ahli di bidang ekonomi, di bidang kedokteran, dan sebagainya. Semuanya ini membentuk kepribadian yang berbeda- beda pada setiap individu.
Demikian pula kecakapan atau keterampilan individu dalam mengerjakan sesuatu juga merupakan bagian dari kebudayaanya. Ada yang memiliki keterampilan dalam membuat dan merencanakan mode kapal terbang, roket, dan lain- lain. Tinggi rendahnya kadar ilmu pengetahuan dan keterampilan atau teknologi yang dimiliki seseorang mencerminkn tinggi rendahnya masyarakat itu. Semakin tinggi kebudayaan suatu masyarakat, semakin maju pula sikap hidup cara- cara kehidupan manusia.

3.      Adat dan tradisi
Adat istiadat (tradisi) suatu daerah berbeda dengan daerah yang lainnya. Perbedaan- perbedaan ini meliputi berbagai masalah. Dalam hal perkawinan, model rumah, upacara agama, kepercayaan dan sebagainya, hampir setiap daerah memiliki karakteristik sendiri-sendiri.
Semua adat dan tradisi yang berlaku di suatu daerah, selain menentukan nilai-nilai yang harus ditaati oleh anggota-anggotanya, juga menentukan cara-cara bertindak dan bertingkah laku manusia-manusianya.
1.      Bahasa
Bahasa merupakan faktor yang menentukan karakteristik suatu kebudayaan.Bahasa mempunyai hubungan yang erat dengan kepribadian manusia yang menggunakan dan memakai bahasa itu dan berfungsi sebagai alat komunikasi individu.
Kata-kata yang terdapat pada kalimat bahasa mencerminkan kepribadian bangsa adalah tepat dan mengandung kebenaran yang dapat diterima. Seperti orang yang biasa menggunakan bahasa Indonesia, sikap dan gaya hidupnya berbeda dengan orang yang terbiasa menggunakan bahasa inggris.
Didunia manapun dapat dijumpai suatu fakta bahwa bahasa berkembang sejajar dengan kemajuan dan perkembangan kebudayaan masyarakat pemakainya.Maka bisa dikatakan bahwa bahasa merupakan faktor yang penting dalam memengaruhi dan menentukan kepribadian.Betapa erat hubungan antara kepribadian dengan kebudayaan, di mana kepribadian seseorang tidak dapat dinilai tanpa menyelidiki latar belakang kebudayaannya dan pengaruh dari suatu kebudayaan terhadap pembentukan kepribadian adalah sangat besar.
E.        Pandangan Alfred Adler tentang Perilaku  Manusia
Ada tujuh prinsip yang terkandung dari teori Psikologi Individual Adler, yaitu:
1.      Prinsip Rasa Rendah Diri (Inferiority Principle)
Adler meyakini bahwa manusia dilahirkan disertai dengan perasaan rendah diri. Seketika individu menyadari eksistensinya, ia merasa rendah diri akan perannya dalam lingkungan. Perasaan rendah diri ini muncul ketika individu ingin menyaingi kekuatan dan kemampuan orang lain.
Teori Adler mengenai perasaan rendah diri ini berawal dari pengamatannya atas penderitaan pasien-pasiennya yang seringkali mengeluh sakit pada daerah tertentu pada tubuhnya, mengenai psikosomatis, Adler mengatakan bahwa rasa sakit yang diderita individu sebenarnya adalah usaha untuk memecahkan masalah-masalah nonfisik. Keadaan tersebut, menurut Adler disebabkan adanya kekurang sempurnaan pada daerah-daerah tubuh tersebut, yang dikatakannya sebagai organ penyebab rendah diri (organ inferiority). Jadi manusia lahir memang tidak sempurna, atau secara potensial memiliki kelemahan dalam organ tubuhnya. Adanya stress menyebabkan organ lemah ini terganggu.
Berkenaan dengan perasaan rendah diri dalam kondisi organik, Adler menciptakan istilah masculine protest, yakni istilah yang dimaksud untuk menerangkan perasaan rendah diri atau inferior ini dihubungkan dengan kelemahan (weakness) dan kewanita-wanitaan (femininity). Istilah ini merupakan suatu dinamika kepribadian manusia yang utama, karena hal ini merupakan usaha individu dalam mencapai kondisi yang kuat dalam mengkompensasikan perasaan rendah dirinya.

2.      Prinsip Superior (Superiority Principle)

Sebagai reaksi atas penekanan aspek seksualitas sebagai motivator utama perilaku menurut Freud, Adler beranggapan bahwa manusia adalah mahluk agresif dan harus selalu agresif bila ingin survive. Namun kemudian dorongan agresif ini berkembang menjadi dorongan untuk mencari kekuatan baik secara fisik maupun simbolik agar dapat survive. Demikian banyak pasien Adler yang dipandang kurang memiliki kualitas agresif dan dinyatakan sebagai manusia tak berdaya. Karenanya, yang diinginkan manusia adalah kekuatan (power). Dari sini konsepnya berkembang lagi, bahwa manusia mengharapkan untuk bisa mencapai kesempurnaan (superior). Dorongan superior ini sangat bersifat universal dan tak mengenal batas waktu.
Bagi Adler tak ada pemisahan antara drive dan need seperti yang diungkapkan oleh Murray. Bagi Adler hanya ada satu dorongan, yakni dorongan untuk superior sebagai usaha untuk meninggalkan perasaan rendah diri. Namun perlu dicatat bahwa superior disini bukanlah kekuatan melebihi orang lain, melainkan usaha untuk mencapai keadaan superior dalam diri dan tidak selalu harus berkompetisi dengan orang lain. Superioritas yang dimaksud adalah superior atas diri sendiri. Jadi daya penggerak yang utama dalam hidup manusia adalah dinamika yang mengungkapkan sebab individu berperilaku, yakni dorongan untuk mencapai superior atau kesempurnaan. 



3.      Prinsip Gaya Hidup (Style of Life Principle)
Usaha individu untuk mencapai superioritas atau kesempurnaan yang diharapkan, memerlukan cara tertentu. Adler menyebutkan hal ini sebagai gaya hidup (Style of Life). Gaya hidup yang diikuti individu adalah kombinasi dari dua hal, yakni dorongan dari dalam diri (the inner self driven) yang mengatur arah perilaku dan dorongan dari lingkungan yang mungkin dapat menambah, atau menghambat arah dorongan dari dalam tadi. Dari dua dorongan itu, yang terpenting adalah dorongan dalam diri (inner self) itu. Bahwa karena peranan dalam diri ini, suatu peristiwa yang sama dapat ditafsirkan berbeda oleh dua orang manusia yang mengalaminya. Dengan adanya dorongan dalam diri ini, manusia dapat menafsirkan kekuatan-kekuatan di luar dirinya, bahkan memiliki kapasitas untuk menghindari atau menyerangnya.
Bagi Adler, manusia mempunyai kekuatan yang cukup, sekalipun tidak sepenuhnya bebas, untuk mengatur kehidupannya sendiri secara wajar. Jadi dalam hal ini Adler tidak menerima pandangan yang menyatakan bahwa manusia adalah produk dari lingkungan sepenuhnya. Menurut Adler, justru jauh lebih banyak hal-hal yang muncul dan berkembang dalam diri manusia yang mempengaruhi gaya hidupnya. Gaya hidup manusia tidak ada yang identik sama, sekalipun pada orang kembar. Sekurang-kurangnya ada dua kekuatan yang dituntut untuk menunjukkan gaya hidup seseorang yang unik, yakni kekuatan dari dalam diri yang dibawa sejak lahir dan kekuatan yang datang dari lingkungan yang dimasuki individu tersebut.
Dengan adanya perbedaan lingkungan dan pembawaan, maka tidak ada manusia yang berperilaku dalam cara yang sama. Gaya hidup seseorang sering menentukan kualitas tafsiran yang bersifat tunggal atas semua pengalaman yang dijumpai manusia. Misalnya, individu yang gaya hidupnya berkisar pada perasaan diabaikan (feeling of neglect) dan perasaan tak disenangi (being unloved) menafsirkan semua pengalamannya dari cara pandang tersebut. misalnya ia merasa bahwa semua orang yang ingin mengadakan kontak komunikasi dipandangnya sebagai usaha untuk menggantikan perasaan tak disayangi tersebut.
Gaya hidup seseorang telah terbentuk pada usia tiga sampai lima tahun. Gaya hidup yang sudah terbentuk tak dapat diubah lagi, meskipun cara pengekspresiannya dapat berubah. Jadi gaya hidup itu tetap atau konstan dalam diri manusia. Apa yang berubah hanya cara untuk mencapai tujuan dan kriteria tafsiran yang digunakan untuk memuaskan gaya hidup. Misalnya, bagi anak yang merasa memiliki gaya hidup tidak disayangi, adalah lebih baik praktis untuk membentuk tujuan semu bahwa kasih sayang baginya tidak begitu penting dibandingkan dengan usaha meyakinkan bahwa tidak dicintai pada masa lalu tidak penting baginya, dan bahwa meyakinkan kemungkinan untuk dicintai pada masa yang akan datang diharapkan dapat memperbaiki peristiwa masa lampau.
Perubahan gaya hidup meskipun mungkin dapat dilakukan, akan tetapi kemungkinannya sangat sukar, karena beberapa pertimbangan emosi, energi, dan pertumbuhan gaya hidup itu sendiri yang mungkin keliru. Karenannya jauh lebih mudah melanjutkan gaya hidup yang telah ada dari pada mengubahnya. Mengenai bagaimana gaya hidup itu berkembang, dan kekuatan yang mempengaruhinya, menurut Adler dapat dipelajari dengan meyakini bahwa perasaan rendah diri itu bersifat universal pada semua manusia, dan berikutnya karena adanya usaha untuk mencapai superioritas.
Akan tetapi ada karakteristik umum yang berasal dari sumber lain di luar dirinya yang turut menentukan keunikan kepribadian individu, yakni kehadiran kondisi sosial, psikologis, dan fisik yang unik pada setiap manusia. Dikatakan, bahwa setiap manusia mencoba menangani pengaruh-pengaruh itu. Faktor yang khusus yang dapat menyebabkan gaya hidup yang salah adalah pengalaman masa kecil, banyaknya saudara, dan urutan dalam keluarga. Adler juga menemukan tiga faktor lainnya yang dapat menyebabkan gaya hidup keliru dalam masyarakat dan menyebabkan kehidupan manusia tidak bahagia, yaitu masa kanak-kanak yang dimanja atau dikerasi, dan masa kanak-kanak yang diacuhkan oleh orang tuanya.
Pada anak cacat tubuh, perasaan rendah diri akan lebih besar dari pada anak yang sehat fisiknya. Biasanya reaksi yang muncul ada yang menyerah pada keadaan dikalahkan oleh lingkungan, akan tetapi ada juga yang berusaha mengkonpensasikannya pada bidang yang jauh dari bakat normal pada orang biasa, misalnya berhasil dalam kegiatan olahraga, kesenian, atau industri. Pada anak cacat mental, menyebabkan masalah yang lebih parah lagi, hal ini disebabkan oleh: (a) kompensasinya jauh lebih sukar, (b) keragaman kesempatan yang dapat digunakan untuk kompensasi lebih sedikit, (c) tuntutan masyarakat modern lebih menekankan kemampuan intektual ketimbang kerja otot, (d) masyarakat sendiri kadang kurang mau memahami usaha kompensasi orang-orang yang terbelakang mental. Jadi secara umum kondisi sosial dapat membentuk gaya hidup yang keliru sekalipun kondisi fisik dan psikologisnya masih normal.
4.      Prinsip Diri Kreatif (Creative Self Principle)
Diri yang kreatif adalah faktor yang sangat penting dalam kepribadian individu, sebab hal ini dipandang sebagai penggerak utama, sebab pertama bagi semua tingkah laku. Dengan prinsip ini Adler ingin menjelaskan bahwa manusia adalah seniman bagi dirinya. Ia lebih dari sekedar produk lingkungan atau mahluk yang memiliki pembawaan khusus. Ia adalah yang menafsirkan kehidupannya. Individu menciptakan struktur pembawaan, menafsirkan kesan yang diterima dari lingkungan kehidupannya, mencari pengalaman yang baru untuk memenuhi keinginan untuk superior, dan meramu semua itu sehingga tercipta diri yang berbeda dari orang lain, yang mempunyai gaya hidup sendiri. Namun diri kreatif ini adalah tahapan di luar gaya hidup. Gaya hidup adalah bersifat mekanis dan kreatif, sedangkan diri kreatif lebih dari itu. Ia asli, membuat sesuatu yang baru yang berbeda dari sebelumnya yakni kepribadian yang baru. Individu mencipta dirinya.
5.      Prinsip Diri yang Sadar (Conscious Self Principle)
Kesadaran menurut Adler, adalah inti kepribadian individu. Meskipun tidak secara eksplisit Adler mengatakan bahwa ia yakin akan kesadaran, namun secara eksplisit terkandung dalam setiap karyanya. Adler merasa bahwa manusia menyadari segala hal yang dilakukannya setiap hari, dan ia dapat menilainya sendiri. Meskipun kadang-kadang individu tak dapat hadir pada peristiwa tertentu yang berhubungan dengan pengalaman masa lalu, tidak berarti Adler mengabaikan kekuatan-kekuatan yang tersembunyi yang ditekannya. Manusia dengan tipe otak yang dimilikinya dapat menampilkan banyak proses mental dalam satu waktu. Hal-hal yang tidak tertangkap oleh kesadarannya pada suatu saat tertentu tak akan diperhatikan dan diingat oleh individu.
Ingatan adalah fungsi jiwa, yang seperti proses lainnya, tidak bekerja secara efisien. Keadaan tidak efisien ini adalah akibat kondisi yang tidak sempurna pada organ tubuh, khususnya otak. Adler tidak menerima konsep ambang sadar dan alam tak sadar (preconsious dan uncounsious) Freud. Hal ini dianggap sebagai mistik. Ia merasa bahwa manusia sangat sadar benar dengan apa yang dilakukannya, apa yang dicapainya, dan ia dapat merencanakan dan mengarahkan perilaku ke arah tujuan yang dipilihnya secara sadar.
6.      Prinsip Tujuan Semu (Fictional Goals Principle)
Meskipun Adler mangakui bahwa masa lalu adalah penting, namun ia mengganggap bahwa yang terpenting adalah masa depan. Yang terpenting bukan apa yang telah individu lakukan, melainkan apa yang akan individu lakukan dengan diri kreatifnya itu pada saat tertentu. Dikatakannya, tujuan akhir manusia akan dapat menerangkan perilaku manusia itu sendiri. Misalkan, seorang mahasiswa yang akan masuk perguruan tinggi bukanlah didukung oleh prestasinya ketika di Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah, melainkan tujuannya mencapai gelar tersebut. usaha mengikuti setiap tingkat pendidikan adalah bentuk tujuan semunya, sebab kedua hal tidak menunjukkan sesuatu yang nyata, melainkan hanya perangkat semu yang menyajikan tujuan yang lebih besar dari tujuan-tujuan yang lebih jauh pada masa datang.
Dengan kata lain, tujuan yang dirumuskan individu adalah semua karena dibuat amat ideal untuk diperjuangkan sehingga mungkin saja tidak dapat direalisasikan. Tujuan fiksional atau semu ini tak dapat dipisahkan dari gaya hidup dan diri kreatif. Manusia bergerak ke arah superioritas melalui gaya hidup dan diri kreatifnya yang berawal dari perasaan rendah diri dan selalu ditarik oleh tujuan semu tadi. Tujuan semu yang dimaksud oleh Adler ialah pelaksanaan kekuatan-kekuatan tingkah laku manusia. Melalui diri keratifnya manusia dapat membuat tujuan semu dari kemampuan yang nyata ada dan pengalaman pribadinya. Kepribadian manusia sepenuhnya sadar akan tujuan semu dan selanjutnya menafsirkan apa yang terjadi sehari-hari dalam hidupnya dalam kaitannya dengan tujuan semu tersebut.
7.      Prinsip Minat Sosial (Social Interest Principle)
Setelah melampaui proses evolusi tentang dorongan utama perilaku individu, Adler menyatakan pula bahwa manusia memiliki minat sosial. Bahwa manusia dilahirkan dikaruniai minat sosial yang bersifat universal. Kebutuhan ini terwujud dalam komunikasi dengan orang lain, yang pada masa bayi mulai berkembang melalui komunikasi anak dengan orang tua. Proses sosialisasi membutuhkan waktu banyak dan usaha yang berkelanjutan. Dimulai pada lingkungan keluarga, kemudian pada usia 4-5 tahun dilanjutkan pada lingkungan pendidikan dasar dimana anak mulai mengidentifikasi kelompok sosialnya. Individu diarahkan untuk memelihara dan memperkuat perasaan minat sosialnya ini dan meningkatkan kepedulian pada orang lain. Melalui empati, individu dapat belajar apa yang dirasakan orang lain sebagai kelemahannya dan mencoba memberi bantuan kepadanya. Individu juga belajar untuk melatih munculnya perasaan superior sehingga jika saatnya tiba, ia dapat mengendalikannya. Proses-proses ini akan dapat memperkaya perasaan superior dan memperkuat minat sosial yang mulai dikembangkannya.
Dikarenakan manusia tidak sepenuhnya dapat mencapai superioritas, individu tetap memiliki perasaan ketidakmampuan. Namun individupun yakin bahwa masyarakat yang kuat dan sempurna akan dapat membantunya mencapai pemenuhan perasaan superior. Gaya hidup dan diri kreatif melebur dalam prinsip minat sosial yang pada akhirnya terwujud tingkah laku yang ditampilkan secara keseluruhan.
a.         Analisis Mengenai Teori Psikologi Individual Alfred Adler
Teori psikologi individual Adler memang lebih banyak berupaya untuk menyadarkan manusia, bahwa ia merupakan mahluk yang berdaya dan memiliki rasa sosial yang dalam, sehingga ia dapat survive dalam menjalani hidup. Teori ini juga memiliki kekuatan dalam hal memprediksi perilaku manusia melalui tujuan semu atau akhir dari perilaku yang diperbuatnya, sebagai tujuan akhir yang merupakan gambaran dari diri manusia tersebut. Hal ini sangat menarik karena merupakan pandangan yang sangat positif dan futuristik dan hal ini tentunya dapat membangkitkan semangat dan gaya hidup manusia dalam melakukan aktivitas.
Teori psikologi individual Adler mempunyai arti yang penting sebagai cara untuk memahami tingkah laku manusia. Pengertian seperti gambaran semu, rasa rendah diri, kompensasi, gaya hidup, diri yang kreatif, memberi pedoman yang penting untuk memahami sesama manusia. Psikologi individual Alfred Adler menekankan pentingnya unitas kepribadian. Pikiran, perasaan, dan kegiatan semuanya diarahkan ke satu tujuan tunggal dan mengejar satu tujuan. Beberapa hal yang didapat dalam mempelajari teori Alfred Adler ini adalah:
a.       Mengurangi intensitas perasaan rendah diri.
b.      Memperbaiki kebiasaan-kebiasaan yang salah dalam persepsi.
c.       Keyakinan dan optimistisme bahwa setiap orang dapat berubah untuk mencapai sesuatu ke arah perubahan manusia yang bersifat positif
d.      Menekan bahwa kekuatan (power) sebagai pusat kompensasi dan pendorong perilaku
e.       Berorientasi humanistik
f.       Tingkah lakunya berarah tujuan
g.      Keharusan memikul tanggung  jawab
h.      Keberanian menghadapi kesukaran-kesukaran hidup
i.        Mengikis dorongan keakuan dan mengembangkan dorongan kemasyarakatan




F.         Perbedaan Individu
Makna “perbedaan” dan “perbedaan individual” menurut Lindgren (1980) menyangkut variasi yang terjadi, baik variasi pada aspek fisik maupun psikologis. Perbedaan individual berkaitan dengan “psikologi pribadi”, yang menjelaskan perbedaan psikologis antara orang-orang serta berbagai persamaannya. Psikologi perbedaan individual menguji dan menjelaskan bagaimana orang-orang berbeda dalam berpikir, berperasaan, dan bertindak.
Perbedaan individual terbentuk karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi. Faktor yang berperan paling pertama yaitu faktor bawaan. Setiap individu terlahir dari dua individu yang juga berbeda antara satu dan lainnya sehingga menghasilkan variasi yang berbeda pula. Kemudian faktor lingkungan dimana individu tersebut berkembang menjadi faktor penentu berikutnya. Faktor lingkungan seperti keadaan sosial dan ekonomi setiap individu berbeda satu sama lain, mengakibatkan karakteristik individu berbeda pula.
Dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran matematika, perbedaan individu dapat terlihat dari bagaimana perlakuan siswa saat belajar matematika, bagaimana cara siswa menangkap materi, daya kemampuan siswa dalam menyerap materi pembelajaran.
a.         Macam macam perbedaab individu
Seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya, setiap manusia merupakan individu yang unik dan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Begitu pula di dalam sebuah proses pembelajaran. Peserta didik selaku individu memiliki karakteristik tersendiri yang membedakan antara satu dengan yang lainnya. Khususnya dalam proses pembelajaran matematika. Sebagai seorang pengajar dan pendidik guru tidak bisa meremehkan perbedaan-perbedaan yang ada. Berikut akan dijabarkan macam-macam perbedaan individual dalam proses pembelajaran matematika.
1.      Perbedaan gender dan jenis kelamin.
Istilah gender dan jenis-kelamin sering dianggap sama. Perbedaan jenis kelamin terkait dengan perbedaan biologis atau fisik yang tampak antara laki-laki dengan perempuan. Sedangkan perbedaan gender merupakan aspek psikososial yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan gender termasuk dalam hal peran, tingkah laku, kecenderungan, sifat, dan atribut lain yang menjelaskan arti menjadi seorang laki-laki atau perempuan.
Dalam proses pembelajaran sebenarnya perbedaan jenis kelamin dan gender itu sendiri tidak bisa dikatakan penentu keberhasilan belajar para siswa. Namun faktor sosial dan kultural dapat menyebabkan adanya perbedaan gender dalam prestasi akademik. Faktor tersebut meliputi familiaritas siswa dengan mata pelajaran, perubahan aspirasi pekerjaan, persepsi terhadap mata pelajaran khusus yang dianggap tipikal gender tertentu, dan harapan guru terhadap siswa.
Perbedaan gender terkait dengan kemampuan akademik siswa terlihat pada perbedaan kemampuan verbal, kemampuan spasial, kemampuan matematika dan sains. Pada umumnya dalam mata pelajaran matematika dan sains, perempuan cenderung menunjukkan prestasi yang lebih baik dari laki-laki. Namun pada tahun-tahun berikutnya di sekolah menengah, prestasi perempuan cenderung menurun dan laki-laki menunjukkan prestasi yang meningkat. Padahal sebenarnya dalam penelitian kemampuan kognitif tidak ada yang menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai bakat yang lebih besar dalam pelajaran sains dan matematika.
Keadaan ini memunculkan mitos bahwa perempuan dianggap tidak dapat mengerjakan pelajaran matematika dan sains dengan baik, sehingga menyebabkan adanya perbedaan perlakuan terhadap siswa laki-laki dan perempuan. Dalam proses pembelajaran khususnya matematika, seringkali guru lebih memperhatikan siswa laki-laki dibandingkan perempuan, sehingga perempuan merasa tidak harus menguasai pelajaran. Hal ini menimbulkan motivasi belajar matematika siswa perempuan menjadi rendah. Perempuan merasa tidak perlu mempelajari matematika karena pelajaran tersebut dikhususkan untuk laki-laki saja.
2.      Perbedaan kemampuan
Pada umumnya, kemampuan sering disamaratakan dengan kecerdasan. Dalam konteks perbedaan individual, kecerdasan merujuk pada kemampuan belajar siswa. Sejak lahir manusia diberi kecerdasan yang berbeda-beda. Perbedaan kecerdasan tersebut dapat dilihat dari perbedaan skor IQ yang didapat dari hasil test kecerdasan. Angka yang didapatkan dari skor menunjukkan tingkatan kemampuan intelejen siswa. Dari penggolongan skor IQ tersebut, terdapat dua jenis golongan yang perlu mendapat perhatian yaitu gifted dan retarded.



  1. Gifted
Siswa yang memiliki skor IQ di atas 130 disebut gifted. Dalam proses pembelajaran khususnya matematika, siswa yang tergolong gifted ditunjukkan dengan prestasi belajar yang tinggi. Siswa gifted akan mudah memahami pelajaran yang diberikan bahkan lebih dahulu mempelajari materi yang belum diajarkan. Mereka dapat mengerjakan soal-soal sulit yang kebanyakan siswa tidak bisa mengerjakannya. Bahkan terkadang siswa gifted dapat mengerjakan soal-soal untuk tingkat yang lebih tinggi.
Karakteristik siswa gifted yang terlihat dalam proses pembelajaran antara lain prestasinya yang di atas rata-rata, cara berfikir yang kreatif dan komitmen terhadap tugas yang tinggi. Pada saat proses belajar-mengajar berlangsung misalnya, saat guru menjelaskan tentang suatu rumus matematika, siswa pada umumnya akan menelan bulat-bulat penjelasan yang mereka terima. Namun siswa gifted biasannya akan aktif bertanya darimana rumus itu berasal, bagaimana mendapatkan penyelesaian masalah dengan rumus lain dan sebagainya. Begitu pula dalam mengerjakan tugas, ia akan mengerjakan tugas yang sulit-sulit, sedangkan tugas yang mudah tidak akan dikerjakannya karena dianggapnya membosankan.
Siswa gifted memiliki kemungkinan kesulitan bersosialisasi. Akan terjadi kesenjangan sosial antara anak gifted dan siswa lainya. Ia menganggap siswa lain dengan kemampuan jauh dibawahnya tidak sebanding dengan dirinya sehingga menarik diri dari pergaulan. Kemungkinan lainnya yaitu siswa gifted akan menganggap remeh gurunya karena kemampuannya mungkin melebihi sang guru. Ia menganggap belajar di dalam kelas membosankan karena materi yang diajarkan terlalu mudah.
  1. Retarded
Siswa yang tergolong retarded yaitu yang memiliki IQ dibawah 70. Pada umumnya siswa retarded mendapat perhatian yang lebih khusus dan terpisah dengan siswa pada umumnya. Oleh Panel Mental Retardasi, anak retarded terbagi menjadi beberapa klasifikasi yaitu mild (IQ 50-70), moderate (IQ 36-50), severe (IQ 20-36), dan profound (IQ dibawah 20).
Siswa retarded membutuhkan bimbingan yang lebih khusus untuk belajar. Pengajaran kepada siswa retarded lebih diutamakan untuk bersosialisasi dan keterampilan yang sesuai dengan bakatnya. Pembelajaran seperti matematika tidak perlu ditekankan. Hanya untuk siswa dengan tingkat kecerdasan yang mendekati normal. Sedangkan untuk anak yang tergolong moderate dan severe retarded lebih ditekankan pada bimbingan untuk merawat dirinya sendiri.
3.      Perbedaan Kepribadian
Definisi kepribadian menurut Atkinson dkk adalah pola perilaku dan cara berpikir yang khas, yang menentukan penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan. Seseorang mempunyai kepribadian yang berbeda satu dan lainya. Perbedaan kepribadian menyebabkan adanya perbedaan perilaku dalam proses kegiatan belajar pula. Terdapat berbagai model untuk menunjukkan perbedaan kepribadian, salah satunya yaitu model big five. Dalam model big five kepribadian dikelompokkan menjadi lima dimensi.
  1. Extroversion. Siswa dengan kepribadian ini menyukai belajar dengan berkelompok. Mereka sangat antusias dalam diskusi kelompok. Sedangkan siswa introvert cenderung menyukai belajar seorang diri. Bukan karena menarik diri dari pergaulan, namun siswa tipe ini membutuhkan keadaan yang tenang untuk menyerap materi pelajaran.
  2. Agreeableness. Siswa jenis ini senang bergaul dengan orang lain dan terbuka dengan pendapat orang lain. Sedangkan disagreeable akan mempertahankan pendapatnya sendiri. Dalam proses belajar matematika siswa disagreeable dapat menunjukkan sikap kritisnya. Misalnya saat mengerjakan soal yang berbentuk pembuktian, jika siswa disagreeable merasa dirinya benar, ia akan mempertahankan jawabannya dengan membuktikan kebenarannya. Siswa ini hanya dapat menerima jawaban lain apabila jawabannya terbukti salah dengan dalil-dalil yang sudah ada. Sedangkan siswa agreeable kemungkinan menerima semua jawaban tanpa mencoba membuktikan dulu apakah jawaban itu benar atau salah.
  3. Concientiousness. Berkaitan dengan cara seseorang mengontrol, mengatur dan memerintah inpuls. Anak yang conscientious akan menghindari kesalahan, mempunyai tujuan yang jelas dan gigih demi mencapai tujuan yang diinginkannya. Sedangkan unconcientious kurang berambisi, tidak terikat dengan tujuan yang harus dicapai. Siswa conscientious cenderung serius dan bersungguh-sungguh dalam belajar demi mencapai target prestasi yang terbaik. Namun hal ini menyebabkan hubungan dengan sesama temannya terlihat kaku karena terpaku pada belajar saja. Sedangkan siswa unconcientious lebih luwes dalam bergaul namun kurang dapatserius dalam belajar.
  4. Stabilitas emosional. Neoriticism merujuk pada kecenderungan untuk mengalami emosi negatif. Siswa yang mempunyai neoriticism yang tinggi akan mudah terpancing oleh hal-hal yang kecil. Mereka mudah terganggu pada saat belajar sehingga menyebabkan bad mood dan akhirnya mengganggu proses belajar. Siswa yang tingkat neoriticism nya rendah dapat mengontrol emosi dengan baik sehingga tidak mudah terganggu oleh hal-hal kecil.
  5. Openness to experience. Kepribadian siswa yang terbuka dengan hal-hal yang baru dan mau mencoba. Berani mengambil resiko demi menjawab keingintahuan mereka. Dalam pembelajaran, siswa dengan tipe ini tidak cepat puas dengan apa yang mereka dapatkan di pelajaran. Siswa akan mencoba soal-soal yang baru, mencari rumus-rumus baru yang berkaitan dengan topic yang sedang mereka pelajari. Sedangkan siswa pada umumnya mugnkin hanya menerima apa yang mereka dapat saja.
4.      Perbedaan Gaya Belajar
Setiap inidividu mempunyai cara tersendiri dalam memahami sesuatu. Begitu pula cara siswa dalam menyerap materi pelajaran yang didapatkan dari guru berbeda-beda. Gaya belajar siswa berkaitan dengan cara belajar yang mereka sukai, atau yang mereka anggap paling efektif. Gaya belajar siswa juga dapat dipengaruhi bentuk kepribadiannya. Seperti siswa dengan kepribadian extrovert akan senang dengan pembelajaran yang melibatkan kelompok. Siswa yang introvert lebih menyukai belajar di tempat yang tenang.
Namun gaya belajar tidak bersifat statis, artinya dapat berubah-ubah sesuai dengan situasi. Misalnya dalam pembelajaran matematika yang membutuhkan visualisasi dan praktek dalam kehiuspan sehari-hari. Siswa yang terbiasa belajar sendiri mungkin akan merasa kesulitan dalam visualisasi dan membutuhkan bantuan orang lain. Siswa tersebut mau tidak mau harus bertanya pada siswa lain, dengan begitu akan terciptalah kelompok diskusi.
b.         Upaya menyikapi perbedaan individu dalam proses pembelajara
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, di dalam sebuah proses pembelajaran terdapat siswa dengan berbagai perbedaan individual. Perbedaan itu sangatlah lumrah dan tidak dapat dihindari. Sebagai seorang pengajar yang baik, guru tidak dapat meniadakan perbedaan-perbedaan tersebut dengan menganggap semua siswa sama. Oleh karena itu dibutuhkan upaya dalam menyikapi perbedaan-perbedaan setiap siswa. Upaya tersebut dapat berupa cara mengajar yang bervariatif.
Untuk menyikapi perbedaan gender antara siswa laki-laki dan perempuan di kelas, hendaknya guru memberikan pengertian bahwa pembelajaran khususnya matematika tidak hanya diperuntukkan untuk laki-laki saja. Guru memberikan kesempatan pada siswa perempuan untuk dapat lebih aktif dalam pembelajaran. Selain itu membantu siswa yang kurang memahami pelajaran baik itu siswa laki-laki maupun siswa perempuan.
Menyikapi perbedaan kemampuan siswa di dalam kelas dapat dengan cara variasi dalam penyampaian materi. Siswa dengan kecerdasan tinggi dapat menerima materi yang diajarkan dengan cepat. Namun siswa yang mempunyai kecerdasan rata-rata kebawah mungkin akan membutuhkan sekali dua kali pengulangan lagi. Siswa gifted membutuhkan perhatian khusus agar tidak terjadi ketimpangan dengan siswa lainnya. Guru menjelaskan materi secara umum untuk seluruh siswa. Kemudian guru memberikan soal-soal latihan bagi siswa-siswa yang dirasa telah jelas dengan materi yang disampaikan. Setelah itu guru menanyakan lagi kepada siswa lainnya jika ada materi yang perlu dijelaskan kembali.
Perbedaan kepribadian dan gaya belajar siswa dapat disikapi dengan variasi metode pengajaran oleh guru. Pada pertemuan pertama biasanya digunakan guru untuk mengobservasi macam-macam perilaku siswa ketika di kelas, sehingga guru mempunyai referensi untuk menentukan metode mengajar yang akan digunakan. Misalnya untuk menyikapi anak extroversion, guru sesekali mengadakan diskusi kelompok untuk memudahkan belajar siswa extrovert. Pemberian tugas mandiri atau tugas rumah akan memberi kesempatan siswa introvert untu lebih memahami materi sendiri.
Menyikapi siswa yang kritis diperlukan metode pembelajarn yang terbuka. Memberi kesempatan siswa untuk mencoba dan membuktikan jawaban yang benar atau salah. Guru juga harus memberi jalan untuk siswa yang mengeksplorasi materi yang diajarkan. Tetapi perlu diperhatikan agar tidak memaksakan kehendak kepada siswa-siswa karena akan menjadi beban mereka. Selain itu guru diharapkan dapat memberi motivasi secara terus menerus kepada siswa untuk dapat berprestasi.

BAB III
PENUTUP

A.        Kesimpulan

Setiap manusia dilahirkan setara, meskipun dengan keragaman identitas yang disandang. Kesetaraan merupakan hal yang inheren yang dimiliki manusia sejak lahir. Dalam proses pembelajaran khususnya mata pelajaran matematika, sudah sewajarnya terdapat perbedaan antara siswa satu dengan yang lain. Tugas seorang guru adalah memenuhi kebutuhan setiap siswanya. Dengan memahami perbedaan individu yang ada pada siswa-siswanya, guru dapat mengantisipasi dengan memberikan metode pembelajaran yang bervariatif sehingga semua siswanya dapat mengikuti pembelajaran matematika dengan baik.

B.        Saran

Kesetaraan Individu melihat individu sebagai manusia yang berderajad sama dengan meniadakan hierarki atau jenjang sosoal. Yang menempel pada dirinya berdasarkan atas rasial, suku bangsa, kebangsaan ataupun kekayaan atau kekuasaan. Oleh karena itu Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan dapat terwujud dalam praktik nyata dengan adanya pranata-pranata social, terutama pranata hukum, yang merupakan merupakan mekanisme control yang secara ketat dan adil mendukung dan mendorong terwujudnya prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan nyata


DAFTAR PUSTAKA

Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press
Amir Al Maruzy. 2010. Karakteristik dan Perbedaan Individu. (http://edukasi.kompasiana.com/2010/09/01/karakteristik-dan-perbedaan-individu/). Diakses pada Senin tanggal 24 Desember 2012.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar